Selasa, 26 Januari 2010

“TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER (BIJI KAKAO)” oleh Rika Herwin

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER
[BIJI KAKAO]
Tanaman kakao yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat adalah jenis Forastero. Dalam dunia perdagangan kakao ini sering disebut sebagai kakao lindak atau bulk cocoa (Wood and Lass, 1985).
Buah kakao terdiri atas 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70 % berat buah masak. Prosentase biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27 – 29 %, sedang sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji (Wood and Lass, 1985, Sri Mulato dan Widyotomo, 2001).
Permukaan biji diselimuti oleh lapisan lendir atau pulpa berwarna putih. Biji kakao yang berasal dari buah yang matang mempunyai pulpa yang lunak dan terasa manis. Pulpa diketahui mengandung senyawa gula yang sangat penting sebagai media pembiakan bakteri selama proses fermentasi (Biehl et al., 1989).
Sebaliknya, buah muda mempunyai biji kakao dengan pulpa yang masih keras, masih terikat kuat pada permukaan bijinya dan senyawa gula belum terbentuk secara optimal akibatnya biji kakao muda tidak dapat difermentasi secara baik (Rohan, 1963).

TAHAPAN PENGOLAHAN
usaha kakao rakyat umumnya terdiri atas kebun-kebun kecil dengan luas areal rata-rata per petani antara 0,50 sampai 2 hektar. Dengan jumlah buah per panen yang relatif kecil, yaitu antara 100 – 200 kg biji kakao basah, maka sebaiknya pengolahan hasil panen dilakukan secara kelompok. Kapasitas produksi per kelompok disesuaikan dengan kondisi lingkungan petani antara lain, produktivitas kebun, ketersediaan sumber daya pengolahan (ketersediaan mesin, sumber air, sumber panas dan tenaga kerja terampil) dan infrastuktur untuk pemasaran hasil.
1. Panen
Jika tidak ada alasan teknis dan alasan lainnya yang sangat mendesak seperti serangan hama dan penyakit atau pencurian, buah kakao sebaiknya dipetik tepat matang. Kulit buah kakao matang mempunyai warna kulit kuning atau oranye yang saat masih muda berwarna hijau atau merah. Buah matang mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan senyawa penyusun lemak di dalam biji [Wood and Lass, 1985]. Sebaliknya, panen buah yang terlalu tua sebaiknya dihindari untuk mencegah biji mulai berkecambah. Hal ini akan menurunkan rendemen lemak dan menambah prosentase biji cacat [Urquat, 1960]. Panen buah muda juga menimbulkan hal yang sama, rendemen lemak rendah, prosentase biji pipih [flat bean] tinggi dan kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi. Selain itu, buah yang terlalu muda akan menghasilkan biji kakao dengan citarasa khas cokelat tidak maksimal [Rohan, 1963]. Pada kasus-kasus tertentu, petik buah muda atau kurang matang dapat dimungkinkan untuk mengurangi kehilangan produksi akibat meluasnya gejala serangan hama penggerek buah [PBK] dan serangan tupai atau tikus [Wardojo, 1980].
2. Sortasi Buah
Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat. Buah sehat akan tercemar oleh buah busuk jika ditimbun dalam satu tempat sama. Buah yang terkena serangan hama dan penyakit hendaknya ditimbun di tempat terpisah dan segera dikupas kulitnya. Setelah diambil bijinya, kulit buah segera ditimbun dalam tanah untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit ke seluruh kebun. Sortasi buah juga merupakan hal sangat penting terutama jika buah kakao hasil panen harus ditimbun terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dikupas kulitnya.
3. Pengupasan buah
Tujuan pengupasan buah adalah untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Jika jumlah panennya relatif kecil, pengupasan buah oleh petani biasanya dilakukan oleh anggota keluarganya dengan cara manual. Jika pengolahan kakao rakyat dilakukan secara kelompok dengan kapasitas besar, maka untuk proses pengupasan dapat dibantu dengan mesin yang mampu mengupas sebanyak 6.000 - 8.000 buah per jam. Buah kakao dipecah dengan dua buah silinder dengan putaran berlawanan dan kemudian dilewatkan ke dalam ayakan getar dua tingkat. Kulit buah terpecah dengan ukuran yang relatif besar sehingga pecahannya tertahan di atas ayakan pertama dan dikumpulkan lewat corong pengeluaran. Getaran ayakan menyebabkan biji kakao terlepas dari kulit buah dan lolos lewat lubang ayakan pertama, namun tertahan di atas ayakan yang kedua. Biji kakao lemudian ke luar lewat corong ayakan yang kedua. Pecahan-pecahan kulit yang kecil [< ukuran biji] akan lolos lewat lubang ayakan kedua dan terkumpul di dalam bak paling bawah. Biji kakao hasil mesin pengupas buah dapat langsung difermentasi seperti halnya biji kakao yang dikupas secara manua.
4. Penyimpanan buah
Tujuan penyimpanan buah, atau sering disebut pemeraman, adalah untuk mengurangi kandungan pulpa [sampai batas tertentu] yang melapisi biji kakao basah. Salah satu kelemahan biji kakao lindak adalah kandungan pulpa yang tinggi. Pulpa yang berlebihan dapat berpengaruh pada proses dan hasil fermentasinya, antara lain menyebabkan biji kakao mempunyai citarasa asam. Pemeraman dilakukan dengan menimbun buah kakao hasil panen di kebun selama 7-12 hari [Duncan et al., 1989].
5. Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Salah satu tahapan penting dalam penanganan pascapanen kakao adalah proses fermentasi. Penanganan pascapanen kakao dimulai sejak pemetikan buah, fermentasi sampai pengeringan dan pengemasan. Proses fermentasi berlangsung secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu finggi dan layak dikonsumsi. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan citarasa, aroma dan warna, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi dan biologi di dalam biji kakao. Di dalam biji kakao akan terjadi penguraian senyawn polifenol, protein den gula o!eh enzim. Penguraian senyawa-senyawa tersebut akan menghasilkan talon aroma, perbaikan rasa dan perubahan warna.

Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan fermentasi adalah:
1. berat biji yang akan difermentasi,
2. pengadukan [pembalikan],
3. lama fermentasi dan
4. rancangan kotak fermentasi.
Berat biji
Berat biji untuk proses fermentasi sebaiknya tidak kurang dari 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Panas merupakan hasil oksidasi senyawa gula di dalam pulpa. Jadi makin banyak biji yang difermentasi, produksi panas juga makin besar.
Rancangan kotak fermentasi
proses fermentasi akan berjalan dengan baik jika tersedia cukup oksigen. Untuk penetrasi oksigen yang maksimal, peti fermentasi sebaiknya dibuat dari papan kayu yang diberi lubang-lubang. Untuk skala kecil [40 kg biji kakao basah] diperlukan ukuran peti dengan lebar dan panjang masing-masing 40 cm dan tinggi 50 cm [Gambar 5]. Sedang untuk skala menengah dan besar, peti fermentasi mempunyai kisaran dimensi peti lebar 100-120 cm, panjang 150-165 cm dan tinggi 50 cm. Biji kakao dimasukkan ke dalam peti pertama [tingkat atas] sampai ketinggian 40 cm dan kemudian permukaannya ditutup dengan lembaran karung goni atau daun pisang. Proses fermentasi dibiarkan selama 48 jam [2 hari], setelah itu biji kakao dibalik dengan cara dipindahkan ke peti kedua sambil diaduk.

Pengadukan (pembalikan)
Untuk mendapatkan hasil kakao fermentasi yang baik, dilakukan pembalikan biji kakao setelah 48 jam (2 hari) fermentasi. Pembalikan hanya dilakukan satu kali untuk menjaga suhu fermentasi.
Lama fermentasi
Waktu fermentasi bervariasi sesuai dengan jenis kakao yang difermentasi. Waktu fermentasi yang dianjurkan untuk kakao lindak adalah 5 hari.
6. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji pasca fermentasi yang semula 50 – 55 % menjadi 7 % agar biji kakao aman disimpan sebelum dipasarkan atau diangkut lanjut ke konsumen [Wood and Lass, 1985]. Pengeringan biji kakao umumnya dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara penjemuran dan cara mekanis setelah itu dilakukan pengukuran kadar air.
Penjemuran
Cara pengeringan biji kakao yang mudah dan murah adalah penjemuran. Energi untuk penguapan air diperoleh dari radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan biji kakao sebaiknya dilakukan dengan penjemuran secara penuh (full sun drying).
Secara teknis cara ini akan memberikan hasil yang baik jika:
•Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
•Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.
•Tebal tumpukan biji kakao di lantai jemur optimal.
•Pembalikan yang cukup
•Biji kakao telah difermentasi dengan baik.
•Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur dapat dicegah.
Pengeringan mekanis
Pengering mekanis dilengkapi dengan pipa-pipa pemindah panas untuk menyalurkan asap hasil pembakaran minyak atau kayu ke luar ruang pengering lewat cerobang asap. Udara pengering bebas asap diperoleh dari aliran udara yang dilewatkan ke bagian luar permukaan pipa-pipa pemindah panas oleh beberapa kipas. Tenaga kipas diperoleh dari motor listrik atau motor bakar [diesel] berkekuatan 2 sampai 5 kW tergantung pada kapasitas pengeringannya. Suhu udara pengering mudah diatur antara 55 - 60 °C. Jika biji kakao sebelumnya sudah dijemur sampai kadar air 20 – 25 %, maka pengering mekanis mampu mengeringkan biji kakao sampai kadar air 7 % hanya dalam waktu 10 - 15 jam.
Pengering mekanis juga mempunyai maksimum 5 ton biji kakao basah pasca fermentasi, sedang kapasitas optimalnya adalah 4,50 ton. Sebagai sumber panas utama adalah kolektor tenaga surya yang dipasang sekaligus sebagai atap gedung sehingga biaya investasi gedung dan biaya energi menjadi lebih murah. Untuk menghindari ketergantungan pada cuaca dan sekaligus untuk sumber panas pengeringan akhir, pengering dilengkapi dengan tungku mekanis dengan bahan bakar kayu. Efisiensi pembakaran 50 – 60 %. Konsumsi kayu bakar 1 – 2 m3 per ton biji kakao kering. Suhu udara maksimum 60 oC.
Pengukuran kadar air
Alat pengukur kadar air biji kakao secara elektronik. Prinsip kerja alat ini relatif sederhana, namun mempunyai tingkat akurasi yang baik. Penentuan kadar air biji kakao merupakan salah satu tolak ukur proses pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang murah. Selama proses pengeringan berjalan, selain melihat tampilan fisik biji kakao, kadar airnya perlu diukur dengan pengukur kadar air yang sudah terkalibrasi. Pengeringan yang berlebihan [menghasilkan biji kakao dengan kadar air jauh di bawah 7%] merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan karena terjadinya kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu singkat, maka biji kakao belum mencapai kadar air keseimbangan [7%] dan menjadi rentan terhadap serangan jamur saat disimpan atau diangkut ke tempat konsumen.
7. sortasi
Salah satu aspek mutu biji kakao yang sangat penting bagi konsumen adalah keseragaman ukuran biji [Badan Agrobisnis, 1998]. Sortasi ditujukan untuk mengelompokkan biji kakao berdasarkan ukuran fisiknya dan sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di dalamnya. Mesin sortasi ukuran yang umum digunakan adalah jenis silinder berputar atau jenis datar dengan getaran dengan kapasitas antara 500 –1.250 kg per jam.
Mesin sortasi mempunyai tiga saringan dengan memisahkan biji dengan golongan mutu A, B dan C. Untuk mesin sortasi tipe getar, ayakan disusun bertingkat. Sedang tipe silinder berputar, ketiga ayakannya dipasang secara berurutan [seri]. Masing-masing tingkat atau seri ayakan dilengkapi dengan kanal untuk mengeluarkan [outlet] biji dengan ukuran yang sesuai dengan lubang ayakannya. Mutu A adalah golongan biji dengan ukuran besar dan mempunyai jumlah biji antara 85 – 90 untuk setiap 100 g. Mutu B adalah golongan biji dengan ukuran medium dan mempunyai jumlah biji antara 95 – 110 untuk setiap 100 g. Sedang, mutu C adalah golongan biji dengan ukuran kecil dan mempunyai jumlah biji di atas 120 untuk setiap 100 g. Biji pecah keluar dari ayakan paling bawah untuk mesin tipe getar atau ayakan paling depan untuk tipe silinder. Untuk biji dengan ukuran sangat besar masuk golongan mutu AA dengan jumlah biji kurang dari 85. Biji dengan mutu AA keluar lewat corong ayakan paling atas untuk mesin tipe getar atau ayakan paling ujung belakang untuk mesin tipe berputar.
8. Penggudangan
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam kondisi yang aman sebelum di pasarkan ke konsumen. Biji hasil sortasi atas dasar kelompok ukuran kemudian dikemas di dalam karung goni. Setiap karung mempunyai berat bersih 60 kg dan diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen dengan menggunakan pelarut non-minyak. Karena sifatnya yang rapuh, karung biji kakao ditumpuk rapi di dalam ruangan gudang dengan jumlah tumpukan maksimum 5 karung [Gambar 12]. Tumpukan karung disangga dengan palet dari papan-papan kayu setinggi 10 cm dari permukaan lantai gudang. Tumpukan karung di bagian pinggir diberi jarak antara 15 sampai 20 cm dari dinding gudang.

Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kakao adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang. Kadar air keseimbangan biji kakao pada kelembaban relatif udara 70 % adalah 6 - 7 % [Minifie, 1978; Ritterbusch and Muehlbauer, 2000]. Dengan demikian, kelembaban [rH] ruangan gudang sebaiknya dikontrol pada nilai yang aman untuk penyimpanan biji kakao kering, yaitu sekitar 70 %. Oleh karena itu, gudang penyimpanan biji kakao di daerah tropis sebaiknya dilengkapi dengan sistem penerangan dan sirkulasi udara yang cukup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar