Selasa, 26 Januari 2010

Budidaya Padi Metoda SRI ( System of Rice Intensification ) atau Padi Tanam Sabatang ( PTS ) Oleh Naimah Rangkuti

Budidaya Padi Metoda SRI ( System of Rice Intensification ) atau Padi Tanam Sabatang ( PTS )
Pengertian SRI
SRI ( System of Rice Intensification ) merupakan teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktivitas padi sebesar 50%, bahkan dibeberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
SRI ( System of Rice Intensification ) adalah cara budidaya padi yang pada awalnya diteliti dan dikembangkan oleh Fr. Henri de Laulanie pada tahun 1984 di Pulau Madagaskar, dimana kondisi dan keadaannya tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Karena kondisi lahan pertanian yang terus menurun kesuburannya, kelangkaan dan harga pupuk kimia yang terus melambung serta suplai air yang terus berkurang dari waktu ke waktu, maka dikembangkanlah metoda SRI untuk meningkatkan hasil produksi padi petani Madagaskar pada saat itu, dengan hasil yang sangat mengagumkan. Saat ini SRI telah berkembang di banyak negara penghasil beras seperti di Thailand, Philipina, India, China, Kamboja, Laos, Srilanka, Peru, Cuba, Brazil, Vietnam dan banyak negara maju lainnya. Melalui presentasinya Prof. Norman Uphoff dari universitas Cornell, USA, pada tahun 1997 di Bogor, SRI diperkenalkan di Indonesia. Dan sejak tahun 2003 penerapan dilapangan oleh para petani kita di Sukabumi, Garut, Sumedang, Tasikmalaya dan daerah lainnya memberikan lonjakan hasil panen yang luar biasa.
Cara budidaya SRI sebenarnya tidak asing bagi para petani kita, karena sebagian besar prosesnya sudah dipahami dan biasa dilakukan petani. Metoda SRI ini dinamakan bersawah organik dan menghasilkan padi / beras organik karena mulai dari pengolahan lahan, pemupukan hingga penanggulangan serangan hama sama-sekali tidak menggunakan bahan-bahan kimia . Metoda SRI seluruhnya menggunakan bahan organik disekitar kita ( petani ) yang ramah lingkungan, dan bersahabat dengan alam serta mahluk hidup di lingkungan persawahan. Dari hasil penelitian dan percobaan oleh para ahli selama bertahun-tahun di berbagai negara menunjukan bahwa hasil yang diperoleh dengan metoda SRI sangat tinggi jika sepenuhnya tidak memakai bahan-bahan sintetis (kimia/anorganik) baik untuk pupuk maupun untuk pembasmi hama dan penyakit padi.

Prinsip dasar budidaya padi organik SRI terdiri dari beberapa kegiatan kunci dan prosesnya mutlak harus dilakukan agar hasil yang dicapai petani optimal.

Prinsip Padi Tanam Sabatang:
1. Penggunaan bahan organik (semua jerami dijadikan kompos dan dikembalikan ke lahan sawah sebagai pupuk dasar).
2. Bibit muda (umr 8-12 hari) dan ditanam satu batang per rumpun.
3. Air tidak tergenang terus menerus (penggenangan apabila diperlukan).
4. Penerapan konsepsi pengendalian hama terpadu PHT.
5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
6. Bibit tanam satu pohon perlubang dengan jarak tanam 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang.
Keunggulan metode SRI :
1. Tanaman hemat air, selama pertumbuhan mulai dati tanam sampai panen memberikan air max 20 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan samapi tanah retak (irigasi terputus).
2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg / ha.
3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5-12 hss dan waktu panen akan lebih awal.
4. Produksi meningkat, dibeberapa tempat mencapai 11 ton / ha.
5. Ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik ( kompos, kandang, dan Mikro- Organisme lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
A. Persiapan Bibit
1. Pembuatan persemaian
Pembuatan persemaian tidak harus digunakan pada lahan sawah, tapi dapat menggunakan baki atau kotak dari kayu atau bambu.
2. Penyeleksian atau pemilihan benih..
a. Ambil 1 ember, beri air sebanyak ¾ bagian
b. Masukan telur
c. Beri garam sambil diaduk-aduk, konsentrasi garam sudah cukup apabila telur sudah mengapung
d. Keluarkan telur, larutan garam tersebut siap digunakan untuk pengujian benih
e. Benih yang kan digunakan dimasukan ke dalam air garam kemudian diaduk-aduk
f. Benih yang mengapung dibuang, benih yang tenggelamlah yang digunakan sebagai bibit, karena pada prinsipnya “benih yang tenggelam tersebut adalah benih yang betul-betul bernas”
B. Persiapan Lahan
1. Pembuatan selokan
Petani membutuhkan kurang dari setengah penggunaan air, karena selokan menjadi sangat penting dalam PTS, sehingga mudah untuk pengaturan air dan pengenddalian hama keong mas.
2. Penebaran kompos
Pada saat pembuatan selokan juga bisa dilakukan penebaran kompos. Kompos selain sebagai sumber nutrisi juga dapat memperbaiki struktur tanah.
C. Penanaman Bibit
1. Kunci utama adalah pemindahan bibit ke lapangan atau transplantasi dilakukan lebih awal, yaitu pada saat bibit telah berdaun 2 helai. Biasanya bibit berumur 8-12 hari setelah semai.
2. Penanaman dilakukan secara hati-hati dengan satu (1) bibit per lobang tanam.
3. Posisi perakaran pada saat tanam dibuat seperti huruf “L”.
4. Jarak tanam dibuat lebih lebar, yaitu 30 x 30 cm, dengan itu akan memberikan kesempatan pada akar untuk lebih leluasa.
D. Penyiangan
1. Penyiangan gulma dilakukan seawal mungkin. Penyiangan dilakukan 7-10 hari setelah tanam.
2. Penyiangan gulma bisa dilakukan dengan tangan atau alat garok atau alat lain yang dapat membantu untuk menghilangkan gulma dan membenamkan gulma sekaligus memberikan kondisi aerasi agar perputaran dan pertukaran udara tetap lancar, supaya memperkuat pertumbuhan akar lebih cepat dan sehat sehingga mendukung pertumbuhan tunas awal lebih cepat.
3. Saat penyiangan, air sawah dalam keadaan macak-macak atau setinggi 1 cm. Air sawah dimasukan satu hari sebelum penyiangan agar saat melakukan penyiangan tidak keras.
E. Panen
1. Panen dilakukan 98 hari setelah tanam atau setelah tanaman tua atau ditandai dengan menguning dan masaknya gabah.
2. Panen dilakukan 105 hari setelah tanam atau lebih awal dibandingkan system tanam padi biasa (Konvensional).
Budidaya padi organik metode SRI mengutamakan potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya. Pertanian organik pada prinsipnya menitikberatkan pada prinsip daur ulang hara melalui panen, dengan cara mengembalikan sebagian biomasa kedalam tanah, dan konservasi air mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan secara konvensional.
Dasar pemikiran SRI kaitannya dengan irigasi yaitu :
1. Padi bukan tanaman air, tetapi tanaman yang memerlukan air.
2. Pada kondisi tanah yang tidak tergenang tetapi cukup lembab (macak-macak), oksigen tersedia optimal, akar tumbuh dengan baik, menyerap nutrisi lebih banyak, merangsang tumbuhnya anakan yang optimal, produksi meningkat.
3. Kebutuhan air irigasi berkurang, efisiensi pemakaian air naik.
Unsur-unsur yang penting :
1. Bibit muda, usia 7-14 hari, untuk mempertahankan potensi pertumbuhan anakan dan pertumbuhan akar yang optimal.
2. Tanam padi, dengan bibit tunggal, dangkal (1~1,5 cm), akar horizontal (l), jarak tanam lebar, waktu antara cabut-tanam < ¼ jam. mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar rumpun.
3. Mempertahankan tanah agar tetap teraerasi, lembab, tak tergenang sehingga akar bernafas baik. perlu manajemen air dan penyiangan yang mampu membongkar struktur tanah.
4. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk tanah dan tanaman, agar tanah tetap sehat dan subur.
Produktivitas padi SRI dan non SRI
Tabel 1. di Dunia Tahun 1994 - 2001
No Negara hasil ton / ha % tase peningkatan produktivitas Tahun Pelaksanaan
Padi SRI Padi non SRI
1 Madagaskar 6,7 – 11.,2 3,12 – 4,92 115 – 128 1994 – 1999
2 Cina 9,2 – 15 - - 1999 – 2001
3 Indonesia 6,3 – 9,5 4,5 40 – 111 1999 – 2000
4 Bangladesh 6,5 – 9 5 30 – 80 2000
5 Sri Langka 8 – 15 4,7 70 – 219 2000 – 2001
6 Gambia 5,4 – 8,3 - - 2000 – 2001
7 AmerikaLatin (Cuba) 9,56 4,46 114 2001

Data Antara 5,4 – 15 3,12-5 30 – 219 1994 – 2001

Tabel 2. di IndonesiaTahun 1999-2006
No Provinsi hasil ton / ha % tase peningkatan produktivitas Tahun Pelaksanaan
padi SRI padi non SRI
1 Jawa Barat 6,8 – 13.,76 3,5 – 6,8 94 – 102 1999 – 2006
2 Sulawesi Sel. 7,15 – 8,76 3,19 – 5,18 124 – 69 2002 – 2004
3 NTB 7,03 – 9,63 4,20 – 6,16 67 – 56 2003 – 2004
4 Bali 13,3 8,4 58 2006
5 NTT 11,7 4,4 165 2002
6 Lampung 8 – 8,5 3 – 3,5 167 – 143 2002
Data Kisaran 6,8 – 13,76 3 – 8,4 58 – 165 1999 – 2006

SRI (System Of Rice Intensification)
NO Perlakuan Uraian
1 Persemaian • Dengan pipiti, nampan persemaian biasa
2 Benih • Varietas unggul baru
• Benih bermutu berlabel
• Pemilihan benih dengan air garam atau abu
• Benih 5 – 10 kg/ha
3 Penanaman • Tanam benih muda 7-10 HSS
• Tanam dangkal horizontal , huruf L
• Tanam satu bibit
• 25X25 cm, 30x30cm, Sistem legowo 4 - 1
4 Pemupukan • Pakai pupuk organic, MOL (Mikro Organik Lokal )
• Penggunaan pupuk Anorganik, sesuai kebutuhan tanaman
5 Pengairan • Macak-macak, terputus-putus
• Penggunaan parit dalam petakan
6 Penyiangan • 4 kali, tergantung perkembangan gulma
7 Pengendalian HP • PHT
• Penggunaan pestisida nabati dan kimia (bila perlu)

Ringkasan alternatif komponen teknologi Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah Irigasi (PTT)
No Komponen Budidaya Pilihan Komponen Teknologi
1 Varietas • Varietas unggul baru
- MH: varietas tahan wereng coklat, penyakit tungro dan hawar daun bakteri
- MK: varietas yang relatif tahan kering dan tahan hama penggerek
2 Benih Bermutu • Padi hibrida
• Berlabel biru, direndam air garam, abu (BD air>1)
3 Persemaian • Persemaian basah, seed treatment
• Tanpa persemaian untuk sistem Tabela
4 Jumlah Benih • Tabela: 30-40 kg/ha
• Tapin bibit muda: 10kg/ha
• Legowo:20-30kg/ha
5 Umur Bibit • 10-15 hari (bila hama keong mas dapat
dikendalikan)
• 21 hari (bila ada keong mas)
6 Jumlah Bibit / Rumpun • 1 batang (untuk bibit muda dan padi hibrida)
• 1-3 batang
7 Cara Tanam • Tabela (hanya untuk musim kemarau)
• Tanam pindah 20cm x 20cm, atau 25cm x 25cm
• Legowo 4:1 atau 2:1
8 Pengelolaan Air • Intermittent ( hanya untuk musim kemarau dan bila irigasi serta drainase dapat diatur)
• Pengaturan drainase pada musim hujan
• Tabela: macak-macak pada saat tanam
• Tapin/Legowo: cara petani
9 Efisiensi pemupukan :
- Urea
-Pupuk P dan K
- S, Cu dan Zn • Menggunakan Bagan Warna Daun (BWD)
• Berdasarkan peta status hara P dan K lahan sawah skala 1:50.000
• Berdasarkan pH tanah dan hasil analisis tanah serta tabel saran pemberian hara S, Cu dan Zn.
10 Bahan Organik • 2 ton/ha kompos pupuk kandang
11 Pengendalian Hama / Penyakit • Monitoring populasi hama
• Pestisida hayati, bila memungkinkan
12 Penanganan Panen dan Pasca Panen • Alat perontok (power thesher)
• Panen cara beregu
• Pengeringan gabah segera setelah dipanen (dengan bantuan mesin pengering/dryer bila cuaca ekstrem basah)

Perbandingan pertumbuhan dan hasil padi konvensional dengan metode SRI



Aspek
Konvensional SRI
Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran
Rumpun/m2 56 42-65 16 10-25
Tan./rumpun 3 2-5 1 1
Anak./rumpun 8.6 8-9 55 44-74
Malai/rumpun 7.8 7-8 32 23-49
Biji/malai 114 101-130 181 166-212
Biji/rumpun 824 707-992 5,858 3,956-10,388
Hasil (t/ha) 2 1.0-3.0 7.6 6.5-10.8

Masih banyak hal lain yang juga ikut menyebabkan sulitnya meningkatkan produktivitas padi. Antara lain adalah pupuk yang dipakai pada tanaman padi. Hampir semua petani di desa ini menganggap bahwa padi hanya memerlukan pupuk urea. Padahal kita tahu bahwa tanaman padi sebagaimana halnya dengan tanaman lain juga memerlukan unsur hara lainnya dan karenanya memerlukan pemupukan yang seimbang. Hal yang sama juga terjadi terhadap pupuk organik. Pupuk organik dianggap tidak diperlukan. Padahal para ahli menyatakan bahwa pupuk organik sangat bermanfaat baik untuk kesuburan tanah maupun untuk pertumbuhan dan hasil tanaman.
Kondisi ini tentu tidak menguntungkan. Produktivitas sawah di daerah ini menjadi statis dan rendah. Petani tidak dapat meningkatkan pendapatannya sehingga tidak ada perbaikan kesejahteraan. Petani miskin menjadi tetap miskin.
Berdasarkan pengamatan dan analisis ini, kami bermaksud melakukan suatu pengabdian kepada masyarakat di desa ini untuk membuka wawasan petani bagi peningkatan produktivitas tanaman khususnya tanaman padi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan contoh cara bertaman padi alternatif, yaitu bertanam padi dengan metode SRI (System of Rice Intensification).
Metode SRI ini sangat ramah lingkungan, sangat hemat dalam pemakaian air dan ekonomis dalam penggunaan benih. Menurut beberapa hasil penelitian, hasil yang diperoleh dengan sistem SRI ini sangat tinggi, lebih tinggi daripada dengan metode konvensional biasa. Hasil penelitian oleh Nissanka dan Bandara (2004) menunjukkan bahwa metode SRI memberikan pertumbuhan yang lebih kuat, menghasilkan bulir yang lebih banyak, dan produksi bahan kering yang lebih tinggi daripada meode konvensional biasa. Zheng et al. (2004) menyatakan bahwa sistem SRI dapat menghasilkan padi sampai 12 ton ha-1. Lebih lanjut Ramanujan (2006) menyatakan bahwa sementara metode konvensional hanya memberikan rata-rata hasil antara 2 – 4 ton ha-1, metode SRI dapat menghasilkan rata-rata hasil antara 7 – 8 ton ha-1, bahkan sampai 15 ton ha-1.
Manfaat sistem SRI yaitu sebagai berikut :
1. Hemat air (tidak digenang), air yang dibutuhkan hanya 20-30 % dari kebutuhan air untuk cara konvensional.
2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah.
3. Membentuk petani yang mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli dilahannya sendiri, dan tidak tergantung pada pupuk dan pestisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.
4. Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.
5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia.
6. Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang.

Daftar Pustaka
Iwan, Anugrah dkk.2008. Gagasan dan Implementasi SRI dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis (BPE). Pusat Analisa Sosial Ekonomi Pertyanian. Bogor.
Mutakin, Jenal. 2008. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik dengan Metode SRI.Garut.
Maswir. 2008. Penanaman Padi sabatang di Lasi. Lasi.

SOSIALISASI GERAKAN “ SUMBAR GO PERTANIAN ORGANIK” Oleh Defri Rahman

SUMBAR GO PERTANIAN ORGANIK

A. Pengertian Pertanian Organik
Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk tetap menjaga keselarasan (harmoni) dengan sistem alami, dengan memanfaatkan dan mengembangkan semaksimal mungkin proses-proses alami dalam pengelolaan usaha tani.( Kasumbogo Untung, 1997)
Pertanian organik juga berarti bertani dengan cara menghormati dan menjaga keselarasan alam. Berbagai macam bahan masukan seperti pupuk pabrik, pestisida, herbisida dan bahan-bahan kimia lainnya tidak dibutuhkan. Pertanian ini, mengacu pada pertanian Tradisional yang pernah dilakukan oleh nenek moyang kita sebelum pabrik-pabrik kimia didirikan. Bahan- bahan yang digunakan serba alami seperti pupuk, pestisida, fungisida dan sebagainya yang diambil dari lingkungan alam sekitarnnya.
Sedangkan Departemen Pertanian Amerika Serikat pada tahun1980 mengeluarkan definisi tentang pertanian organik sebagai berikut:
Suatu sistem produksi yang menghindarkan atau sebagian besar tidak menggunakan pupuk sintetis, pestisida, hormon tumbuh, pakan ternak tanpa zat additive . Kelayakan yang maksimum dapat dicapai dengan menerapkan suatu sistem pertanian organik berdasar pada rotasi tanaman, residu tanaman, pupuk kandang, kacang-kacangan penutup tanah, pupuk hijau-an, limbah organik dari luar sistem, budidaya secara mekanis, batuan alam, dan aspek pengendalian hayati. Kesemua aspek ini bertujuan untuk mempertahankan produktivitas tanah, mensuplai unsur hara bagi tanaman, dan mengontrol hama, gulma dan hama lainnya. Konsep tersebut juga meliputi serangkaian observasi dimana tanah sebagai bagian dari sistem kehidupan harus diberi asupan dengan cara membiarkan berkembangnya mikro organisma penting dalam recycle hara bagi tanaman dan menghasilkan humus.

B. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik
Menurut IFOAM (FAO, 1998) tujuan, prinsip dari pertanian organik dan prosesnya berdasarkan sejumlah prinsip penting dan ide-ide, yaitu :
a. memproduksi makanan dengan gizi berkualitas tinggi
b. mengedepankan siklus biologis di dalam sistem pertanian, meliputi mikroorganisme, flora dan fauna tanah, ternak dan tanaman
c. menginteraksikan suatu kehidupan yang konstruktif dengan sistem dan siklus yang alami
d. memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang
e. memproduksi dan menggunkan air yang sehat dan menjaga air, sumber air dan kehidupannya
f. membantu konservasi tanah dan air
g. menggunakan sejauh mungkin, sumber daya lokal yang dapat diperbaharui yang dikelola dalam sistem pertanian
h. bekerja sejauh yang bisa dilakukan, dalam sistem tertutup yang menyediakan bahan organik dan unsur hara bagi tanaman
i. bekerja sejauh yang mungkin menggunakan bahan-bahan yang dapat didaur ulang yang berasal dari dalam maupun luar sistem pertanian
j. meminimalkan semua bentuk polutan yang dihasilkan dari kegiatan pertanian yang dilakukan
k. mempertahankan keragaman genetik di dalam sistem pertanian dan disekitarnya, termasuk melindungi tanaman dan habitat liarnya
l. memberikan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman bagi pekerja
m. memperhatikan pengaruh sosial dan ekologis dari sistem yang diterapkan
n. menghasilkan produk non-pangan dari bahan-bahan yang dapat di daur ulang yang sepenuhnya dapat dihancurkan secara alami
o. memperkuat fungsi asosiasi pertanian organik
p. memajukan keseluruhan rantai pertanian yang bertanggung jawab secara sosial maupun ekologis

C. Keuntungan Pertanian Organik
Keuntungan yang diperoleh dari diterapkannya diversifikasi tanaman pada pertanian organik adalah :
a. meningkatkan jumlah dan komposisi tanaman yang dipanen
b. meningkatkan stabilitas panen
c. mengurangi serangan penyakit
d. mengurangi pemakaian pestisida
e. mengontrol gulma
f. mengurangi erosi tanah
g. recycle cadangan hara yang berada di tanah bagian dalam
h. transfer N dari spesies yang memfiksasi N

D. Potensi Pasar Pertanian Organik
Sekjen Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina) Ririen Prihandarini menjejer data penduduk dunia yang mulai menaruh perhatian pada produk-produk pangan organik. Masyarakat Cheska menghabiskan 15,9 juta dolar AS untuk membeli produk organik.
Sementara di Swiss, sekitar 10%-15% rumah tangga di sana membeli produk organik secara teratur. Swiss merupakan pembeli produk organik terbesar di dunia dengan menghabiskan 160 Swiss Franc atau sekitar Rp 1,2 juta per orang setiap tahunnya untuk produk-produk organik tertentu. Di Kanada, promosi ternyata dapat berpengaruh pada permintaan pangan organik di pasaran. Pertumbuhan permintaan pangan organik di pasar Kanada diprediksi mencapai 17,41% pada periode 2007-2011. Padahal, permintaan tahun sebelumnya hanya 3%-4%.
Media organik Inggris menulis bahwa di Asia penjualan produk organik meningkat 20% setiap tahunnya. Beijing melaporkan, penjualan sayuran organik di supermarket setempat meningkat tajam menjadi 88% dalam kurun waktu 12 bulan sejak November 2006. Uganda mencatat, 50 petaninya sebagai petani yang telah disertifikasi organik hingga menjadikan negeri itu sebagai produsen pertanian organik terbesar di Afrika. Sementara jumlah perusahaan eksportir produk organic di negeri tersebut meningkat dari lima perusahaan pada tahun 2001 menjadi 22 perusahaan di akhir 2005.
Hasil survey Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat bekerjasama dengan PT AFTA Agro Consultant mendapatkan banyak daerah-daerah yang cocok untuk pengembangan sistim pertanian yang ramah lingkungan ini. Lima daerah yang paling berpotensi adalah Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok dan Kabupaten 50 Kota.
Diperta Sumbar juga telah menetapkan kawasan-kawasan pengembangan pertanian organik di daerah tersebut. Kawasan itu adalah : Kecamatan IV Angkek, Canduang, Banuhampu, IV Koto, Baso dan Kamang Magek di Kabupaten Agam; Kecamatan Gunuang Talang, Payuang Sakaki dan Kecamatan Lembah Gumanti di Kabupaten Solok; Kecamatan X Koto, Batipuh, Lintau Buo Utara dan Rambatan di Kabupaten Tanah Datar: Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Luhak, Payakumbuah dan Guguak di Kabupaten 50 Kota, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman; Kecamatan Padang Panjang Barat dan Padang Panjang Timur di Kota Padang Panjang; Kecamatan Payakukumbuh Barat dan Payakumbuah Timur di Kota Payakumbuh dan Kecamatan Pauh di Kota Padang.
E. Produk-Produk Pertanian Organik
Beberapa produk pertanian organik sudah “dikenal” dan yang sudah ada di pasar (DN & Export), antara lain : Tanaman pangan : padi organik;Tanaman perkebunan : teh organik, kopi organik;Tanaman hortikultura : berbagai sayuran organik, buah-buahan organik; Peternakan : daging dan telur ayam organik; Perikanan : hasil tambak organik (udang, ikan dll).

Daftar Pustaka

Kasumbogo Untung. 1997. Pertanian Organik Sebagai Alternatif Teknologi dalam Pembangunan Pertanian. Diskusi Panel Tentang Pertanian Organik. DPD HKTI Jawa Barat, Lembang 1996

UNSUR-UNSUR PENYULUHAN Oleh Defri Rahman

UNSUR-UNSUR PENYULUHAN

1. Penyuluh pertanian (sumber penyuluhan) berperan sebagai mkomunikator atau sumber. Segala informasi yang didapatkan oleh petani dalam kegiatan penyuluhan adalah dari penyuluh.

Syarat seorang penyuluh:

1. Dapat dipercaya
Maksudnya adalah, infrmasi yang diberikannya berdasarkan atas pengetahuan yang ia miliki serta dapat disesuaikannya dengan keadaan petani.
2. Menguasai materi yang diberikan
3. Bukan bersifat mengguri melainkan membimbing dan mengarahkan petani
4. sosilalis
Artinya penyuluh itu harus pintar mendekatkan diri kepada petani , bukan petani yang harus berusaha memperoleh perhatiannya.
5. Faham akan perannya sebagai seorang fasilitator.

Klasifikasi penyuluh berdasarkan tingkat pendidikan dan jenjang kepangkatan mencakup:
1. Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS). Penyuluhy ini setidaknya berpendidikan sarjana
2. Penyuluh Pertanian Lapang (PPL). Pada umumnya berpendidikan SLTA atau sederajat seperti SPMA, SPbMA, SNakMA, STM Farming, STM Pertanian.
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang pengawasan pembangunan dan pendayagunaan aparatur negara (MenPAN), penyuluh pertanian dikelompokkan menjadi:
1.Penyuluh pertanian terampil
 Penyuluh Pertanian Pelaksana (golongan II b s/d IId)
 Penyuluh Pertanian Pelaksana Lanjutan (golongan ruang IIIa s/d III b)
 Penyuluh Pertanian Penyelia (golongan III c s/d III d)
2. Penyuluh Pertanian Ahli
 Penyuluh Pertanian Pertama (golongan ruang III s/d III b)
 Penyuluh Pertanian Muda (golongan III c s/d III d)
 Penyuluh Pertanian Madya (golongan ruang IV a s/d IV c)
 Penyuluh Pertanian Utama (golongan ruang IV d s/d IV e)

2.Sasaran penyuluhan
Sasaran (penerima) penyuluh pertanian
A. Ragam sasaran penyuluh pertanian adalah:
1. Sasaran utama penyuluh pertanian
2. Sasaran penentu dalam penyuluh pertanian
3. Sasaran pendukung penyuluhan pertanian


B. ciri-ciri petani sebagai sasaran utama
a. ciri-ciri petani subsisten
- tidak mudak percaya kepada orang lain
- cukup dalam keterbatasan
- membenci kekuasaan pemerintah
- sifat kekeluargaan
- tidak inovatif
- fatalistik
- aspirasinya terbatas
- tidak mampu mengantisipasi masa depan
- duniaanya sempit (lokalit)
- kurang mampu berempati
- kurang kritis


b. Ciri-ciri petani rasional
Mosher (1967) memberikan gambaran tentang petani:
1. Petani sebagai manusia
2. Petani sebagai juru tani
3. Petani sebagai pengelola usaha tani


3 Materi Penyuluhan
merupakan informasi atau teknologi atau inovasi yang akan disampaikan kepada sasaran penyuluhan (masyarakat tani)
Menurut Arboleda (1980 dalam Mardikanto, 1992):
1. Materi pokok,
2. Materi penting,
3. Materi penunjang,
4. Materi tambahan.
Persyaratan suatu materi penyuluhan harus memenuhi:
 Secara ekonomis menguntungkan,
 Secara teknis dapat diterapkan oleh petani (masyarakat)
 Secara sosial dapat dipertanggungjawabkan
Selain persyaratan diatas materi penyuluhan juga harus:
 Materi harus mempunyai resiko kegagalan yang kecil baik secara fisik maupun secara ekonomis,
 Materi harus sederhana dalam banyak hal,
 `Materi harus tersedia dalam jangkauan petani (available),
 Materi penyuluhan harus segera diterapkan dan memberi manfaat,
 Materi penyuluhan untuk menerapkan tidak memerlukan biaya yang terlalu tinggi (inexpensive),
 Materi harus bersifat expandable,
 Materi penyuluh harus mempunyai compatibility yang tinggi,
 Materi penyuluhan harus dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat,
 Materi penyuluhan mempunyai faktor tambahan,
 Materi yang kita suluhkan tidak mempunyai akibat sampingan,
 Materi harus mempunyain daya atau memberikan motivasi yang kuat kepada penyuluh maupun petani agar dapat memberikan daya tarik yang tinggi
 Materi penyuluhan harus mempunyai sifat komplementer daripada teknologi yang sudah diterapkan petani
.4 Media Penyuluhan
adalah alat penyampai atau penghantar suatu materi pesan sehingga dapat sampai kepada penerima (sasaran penyuluh)
Dilihat dari sifat media:
- media hidup
- media tak hidup
Dilihat dari jangkauan media:
- media massa
- media non massa
5. Metode penyuluhan
Metode penyuluhan dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode penyuluhan yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi penyuluhan, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
6. Waktu
Waktu dikatakan sebagai unsur kegiatan penyuluhan pertanian karena hal ini terkait dengan kesempatan. Itu artinya bahwa dalam kegiatan penyuluhan itu tidak hanya kesiapan dari penyuluh saja yang diperhatikan namun lebih kepada waktu luang yang dimiliki oleh petani sehingga membuat mereka lebih nyaman dan bisa serius dalam mengikuti kegiatan penyuluhan yang ditujukan bagi mereka.
Dengan kata lain jika kita ingin kegiatan penyuluhan itu berjalan dengan semestinya, terkait dengan waktu selain yang menyangkit kesempatan maka yang juga harus diperhatikan yaitu materi apa yang dibutuhka oleh petnai waktu itu. Waktu memang harus disesuaikan dengan kondisi petani baik itu kesempatan, kesiapan petani menerima suatu informasi dan mengenai materi yang cocok untuk kebutuhan dan masalah mereka.
7. Tempat
Tidak jauh berbeda dengan waktu, tempat dikatakan sebagai unsur penyuluhan karena juga menunjang kegiatan penyuluhan itu sendiri. Tempat dapat mempengaruhi jalannya kegiatan penyuluhan karena berkaitan dengan suasana hati dari petani dan komunikator(penyuluh). Maksudnya adalah tempat itu bisa membangun suasana, suasana kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam suatu ruangan akan berbeda dengan kegiatan penyuluhan yang dilakukan di luar ruangan.
Dalam kegiatan penyuluhan tempat dilakukannya juga harus disesuaikan dengan kondisi petani. Jika petani sedang di sawah dan waktunya tepat, maka tidak akan tertutup kemungkinan tempat tersebut akan menjadi pilihan untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan.

PERANAN ICT DALAM PENYULUHAN PERTANIAN
suatu hal yang berhubungan dengan pengetahuan yang didapat manusia untuk memahami dan memberikan informasi dengan menggunakan teknologi yang ada sehingga prosesnya menjadi lebih cepat, luas, dll. Selain itu teknologi Informasi merupakan suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut.
Selain memberikan informasi, teknologi informasi juga sangat membantu jalannya penyuluhan pertanian. Karna pada zaman sekarang tidak ada kegiatan yang tidak menggunakan teknologi walaupun hanya sekedar mencari informasi untuk diri sendiri ataupun mencari informasi yang disampaikan.
Sejak menggunakan teknologi sebagai media informasi bagi petani, aktivitas penyuluhan pertanian menajdi berubah. Selain dari informasi yang disampaikan menarik yang dapat menumbuhkan motivasi juga kegiatan banyak dilakukan langsung oleh petani itu sendiri sehingga menimbulkan kedisiplinan terhadap diri petani itu sendiri.
Seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya petani dan pelaku pertanian serta kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi serta pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyebarluasan informasi, salah satu solusi yang ditawarkan dalam rangka mengatasi persoalan transfer teknologi dan pengetahuan pertanian adalah pemanfaatan information and communication technologies (ICTs) yang untuk penyuluhan pertanian dikenal dengan sebutan “cyber extension” yang merupakan penggunaan jaringan on-line, computer dan digital interactive multimedia untuk memfasilitasi diseminasi teknologi pertanian. Model ini dipandang sangat strategis karena mampu meningkatkan akses informasi bagi petani, petugas penyuluh, peneliti baik di lembaga penelitian maupun di universitas serta para manajer penyuluhan. Selain menggunakan “cyber extension” penyuluhan pertanian saat ini juga menggunakan multiple information system bagi masyarakat pedesaan untuk mendukung usaha dan bisnis pertanian serta perbaikan ekonomi rumah tangga masyarakat pedesaan. yan digunakan seperti Multiple communication systemtelephone, wireless information system, off-talk communication, FAX, CATV, personal computer communication, video tex, satellite communication system, internet (EI-net), television telephone system. Dengan adanya teknologi yang digunakan dalam penyuluhan pertanian diharapkan dapat meningkatkan layanan penyuluhan pada aktivitas petani dalam menyediakan inovasi pertanian yangsemakin advance dan membantu petugas penyuluhan pertanian dalam memainkan peran yang mengkoordinasi unsur pertanian di daerah agar dapat menjalin kerjasama dengan pihak-pihak atau otoritas terkait.
Satu hal vital terkait dengan penyuluhan yang juga perlu mendapatkan fokus perhatian dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam memberikan layanan penyuluhan adalah menumbuhkan dan membangun kolaborasi antara lembaga pemerintah (penyuluhan dan penelitian), pihak swasta dan universitas agar penyuluhan pertanian di Indonesia dapat berkembang dengan baik dan petani dapat merasakan manfaat dari kegiatan penyuluhan pertanian.

SUMBER

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)
http://www.prof-soekartawi.net/index.php?pilih=publikasi&mod=yes&aksi=lihat&id=1177

TEKNIK BUDIDAYA PADI SEBATANG Oleh Kurnia Agusti Putri

TEKNIK BUDIDAYA PADI SEBATANG

Produksi padi nasional pada bulan Desember 1997 adalah 46.591.874 ton yang meliputi areal panen 9.881.764 ha. Hasil produksi padi sawah dapat mencapai 6-7 ton/ha, sedangkan untuk padi gogo produksi hanya mencapai 1-3 ton /ha (Reghawanti, 2005). Sampai dengan tahun 2005, Indonesia masih mengalami defisit pangan utama, untuk padi sebesar 2,5 juta ton, kedelai 1,5 juta ton, gula 1,7 juta ton, sedangkan pangan lainnya mengalami surplus. Ini menunjukkan bahwa dalam 5 tahun ke depan Indonesia masih harus memacu produksi pangan untuk mengurangi defisit.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, lahan sawah beririgasi tetap menjadi andalan bagi produksi padi nasional. Program intensifikasi yang dicanangkan sejak sekitar tiga dekade lalu pada awalnya mampu meningkatkan produksivitas dan produksi padi secara nyata. Tetapi sejak dekade terakhir produksivitas padi cenderung melandai, bahkan ada yang menurun di beberapa lokasi.
Intensifikasi budidaya padi harus terus diupayakan. Salah satu metode yang diterapkan adalah SRI (The System Of Rice Intensification) yang pertama kali dikembangkan oleh Henri De Laulanie di Madagaskar pada tahun 1980.
SRI adalah sistem intensifikasi padi yang menyinergikan tiga faktor pertumbuhan padi untuk mencapai produktivitas maksimal yaitu;
1) maksimalisasi jumlah anakan
2) pertumbuhan akar,
3) suplai hara, air, oksigen.
Cara tersebut menghemat air, karena padi tidak digenangi layaknya di persawahan. Air hanya digunakan untuk menjaga kelembaban tanah agar akar padi dapat tumbuh dengan baik karena pada dasarnya padi bukan tanaman air. Hal ini dimaksudkan agar suplai oksigen ke akar cukup sehingga padi menjadi sehat dan berkembang membentuk karakter-karakter morfologi yang mendukung peningkatan produktivitas tanaman padi.
Dalam sistem SRI penggunaan pupuk organik merupakan salah satu faktor pembeda dibandingkan dengan sistem non SRI. Disamping itu produk yang dihasilkan dari budidaya atau peternakan yang menggunakan pupuk organik lebih disukai masyarakat. Alasannya, produk tersebut lebih aman bagi kesehatan. Di negara-negara maju, masyarakatnya mulai beralih mengkonsumsi produk yang dihasilkan secara organik. Pupuk organik cair atau padat yang diaplikasikan pada budidaya tanaman atau peternakan memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Parnata, 2004).
Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Sedangkan, di daerah lain selama 5 tahun, ratusan petani memanen 8-9 ton/ha.
Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode non SRI maupun metode lain yang biasa diterapkan oleh petani. Petani tidak harus menggunakan masukan luar untuk memperoleh manfaat SRI. Metode ini juga bisa diterapkan untuk berbagai varietas yang biasa dipakai petani. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan mereka (Berkelaar, 2005). Perpaduan antara pemakaian varietas unggul padi sawah dan pemberian pupuk organik cair pada sistem penanaman SRI diharapkan dapat mengatasi permasalahan masih rendahnya produksi padi, selain itu juga diharapkan dapat mengembangkan pertanian berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Air sangat perlu bagi kehidupan tumbuhan. Kandungan air tumbuhan bervariasi sesuai antar-spesies dan dalam berbagai struktur tumbuhan dan juga bervariasi antar siang dan malam selama periode pertumbuhan. Tumbuhan menggunakan air kurang dari 5 % air yang diserap. Sisanya hilang ke atmosfer melalui transpirasi dari daun tumbuhan. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah sampai siap tanam (30 hari) mengkonsumsi air 20% dari total kebutuhan air untuk padi sawah dan fase bunting sampai pengisian bulir (15 hari) mengonsumsi air sebanyak 35 %. Berdasar data tersebut sebetulnya sejak tanam sampai memasuki fase bunting tidak membutuhkan air banyak, demikian pula setelah pengisian bulir. Oleh karenanya 15 hari sebelum panen, padi tidak roboh dan ditinjau dari aspek pemberian air memang tidak perlu lagi.
Budidaya padi yang diterapkan dengan konsep penghematan air yaitu penggenangan hanya dilakukan selama 25 hari yaitu pada saat padi mengalami masa bunting (pengisian malai). Konsep hemat air ini menjadi acuan pada SRI (budidaya padi sebatang), dan konsep ini sangat mendukung keoptimalan pertumbuhan dan perkembangan padi karena bibit umur muda tumbuh lebih baik dalam kondisi aerob / tidak tergenang (berdasarkan riset jepang > 30 tahun), mikroorganisme tanah lebih baik untuk perakaran (pada tanah macak–macak /tidak tergenang), jumlah sel aerenchym akar padi sawah yang tergenang sangat kecil, sedangkan pada tanah yang tidak tergenang sangat tinggi, dan hama padi sawah (keong mas) lebih terkendali.
Pengefisienan penggunaan air di petakan dapat dilakukan dengan mengairi sawah dalam keadaan macak-macak. Setelah tanaman padi berumur 14 hari sampai periode bunting tidak memerlukan air yang banyak. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya sampai 5 cm bahkan lebih karena petani tidak membayar air yang digunakan tersebut, sehingga cenderung bermewah-mewah dengan air.
Berdasar hasil penelitian menggunakan air pada padi sawah menunjukkan bahwa sawah yang digenangi setinggi 5 cm sejak tanam sampai bunting tidak memberikan perbedaan hasil gabah dengan sawah yang diairi macak-macak. Hanya biasanya sawah yang diairi macak-macak populasi gulma lebih banyak terutama rumput-rumput berdaun sempit. Dengan irigasi macak-macak sampai periode bunting, maka air dapat dihemat penggunaannya. Metode ini mampu menghemat penggunaan benih padi sampai 80 %.
Jika biasanya untuk satu hektar lahan diperlukan benih sekitar 50 kg, dengan SRI hanya diperlukan 8-10 kg. Produktivitas yang selama ini rendah ( 4-5 ton/ha ) dapat didongkrak dengan penerapan SRI yang telah dilakukan di beberapa provinsi dan telah diuji secara statistik dapat mencapai 10 ton/ha.
Selain bertujuan untuk meningkatkan produksi, penerapan metode SRI ternyata mengandung konsep pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Metode SRI lebih sedikit menggunakan pupuk kimia serta sangat dianjurkan menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, pupuk hijau serta biomassa ( jerami ).

• Teknik Penanaman Padi Sebatang
Teknik penanaman diawali dengan pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, pemupukkan, pengendalian hama, penyakit, dan gulma, dan diakhiri dengan panen.

Sawah yang tidak digenangi air, akan dapat mengurangi emisi gas CH4 (gas methan = gas rumah kaca ) di atmosfer. Gas methan akan teremisi ke atmosfer dari tanah – tanah yang tergenang.
Berkelaar (2005) mengemukakan bahwa terdapat empat kunci penerapan SRI, yaitu :
1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai.
2. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun
3. Jarak tanam yang lebar Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2. Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107 kg/ha.
4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu digenangi air. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga “senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur.

• Keuntungan SRI
Keuntungan dari SRI :
1. Hasil-hasil yang lebih tinggi, baik itu butiran maupun jerami.
2. Mempersingkat umur panen (± 10 hari).
3. Pemakaian bahan kimia lebih sedikit
4. Kebutuhan air lebih sedikit
5. Persen bulir sekam lebih sedikit
6. Meningkatnya berat bulir
7. Tanpa perubahan ada ukuran bulir
8. Tahan badai siklon
9. Tahan dingin
10. Kesehatan tanah meningkat melalui
11. aktivitas biologis.

• Kelemahan dari SRI
1. SRI membutuhkan lebih banyak tenaga kerja per ha daripada metode tradisional.
2. Dengan SRI, diperlukan lebih banyak waktu juga untuk mengatur pengairan sawah dibandingkan cara lama.
Walaupun metode ini masih perlu pengembangan lebih lanjut akan tetapi dari hasil yang diperoleh memperlihatkan harapan dapat meningkatkan produksi pangan nasional.

• Upaya Memelihara Kapasitas Sumber daya Pangan
1. Pembangunan dan rehabilitasi sistem irigasi, serta perbaikan pengelolaan sumber daya air dalam rangka menyediakan air yang cukup untuk pertanian. Untuk itu perlu dilakukan : (i) perbaikan dalam pengaturan, kelembagaan pengelolaan, dan pemanfaatan sumberdaya air, seperti penatagunaan ruang/wilayah dan penerapan peraturan secara disiplin, oleh Pemda dan Depdagri; (ii) fasilitasi pengelolaan sumber daya air dan pengairan oleh Meneg Kimpraswil; (iii) fasilitasi pemanfaatan lahan pertanian secara produktif, efisien dan ramah lingkungan oleh Deptan; dan (iv) pemanfaatan dan pengawasan sumberdaya lahan dan perairan oleh masyarakat.
2. Menekan berlanjutnya alih fungsi lahan beririgasi kepada usaha non pertanian. Hal ini menyangkut pengaturan/pembatasan dengan sistem insentif yang dilaksanakan secara lintas institusi antara lain: (i) penetapan peraturan dan penerapannya secara disiplin oleh Pemda dan BPN; (ii) fasilitasi bagi pengembangan berbagai usaha masyarakat berbasis pertanian oleh Departemen Teknis; dan (iii) pengawasan oleh masyarakat sebagai pelaku usaha.
3. Membuka lahan pertanian baru pada lokasi-lokasi yang memungkinkan dengan tetap memperhatikan rencana tata ruang wilayah dan kaidahkaidah kelestarian lingkungan; yang difasilitasi oleh Pemda.

• Upaya Peningkatan Produktivitas Pangan
1. penciptaan varietas unggul baru, dan teknologi berproduksi yang lebih efisien;
2. teknologi pasca panen untuk menekan kehilangan hasil; teknologi yang menunjang peningkatan intensitas tanam. Upaya ini dilaksanakan secara sinergis oleh institusi penelitian, pengembangan dan penyuluhan lingkup Departemen Pertanian, Ristek/BPPT, Perguruan Tinggi, dan Lembaga/Dinas Teknis setempat yang melaksanakan alih pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
3. Upaya menyediakan insentif untuk meningkatkan minat masyarakat mengembangkan usaha pangan dilakukan melalui: penyediaan prasarana transportasi, komunikasi, perdagangan (Pemda, Kimpraswil, Swasta); pelayanan administrasi perizinan usaha produksi, industri, distribusi yang sederhana dan cepat (Pemda); pelayanankeuangan/per modalan yang cepat dan murah (Pemda, Swasta).
4. Di sisi permintaan, upaya menurunkan konsumsi beras per kapita dapat dilakukan melalui penggalakan program diversifikasi pangan dengan pemanfaatan pangan sumber kalori, protein, vitamin dan mineral yang dapat diproduksi secara lokal.

DAFTAR PUSTAKA

www.ekologi.litbang.depkes.go.id
http://www.icdscollege.com

TEKNIK BUDIDAYA DURIAN Oleh Anisa Haswar

TEKNIK BUDIDAYA D U R I A N ( Bombaceae sp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Durian merupakan tanaman buah berupa pohon. Sebutan durian diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran -an sehingga menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang kulitnya berduri tajam. Tanaman durian berasal dari hutan Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan yang berupa tanaman liar. Penyebaran durian ke arah Barat adalah ke Thailand, Birma, India dan Pakistan. Buah durian sudah dikenal di Asia Tenggara sejak abad 7 M. Nama lain durian adalah duren (Jawa, Gayo), duriang (Manado), dulian (Toraja), rulen (Seram Timur).

2. JENIS TANAMAN
Tanaman durian termasuk famili Bombaceae sebangsa pohon kapuk-kapukan. Yang lazim disebut durian adalah tumbuhan dari marga (genus) Durio, Nesia, Lahia, Boschia dan Coelostegia. Ada puluhan durian yang diakui keunggulannya oleh Menteri Pertanian dan disebarluaskan kepada masyarakat untuk dikembangkan. Macam varietas durian tersebut adalah: durian sukun (Jawa Tengah), petruk (Jawa Tengah), sitokong (Betawi), simas (Bogor), sunan (Jepara), otong (Thailand), kani (Thailand), sidodol (Kalimantan Selatan), sijapang (Betawi) dan sihijau (Kalimantan Selatan).

3. MANFAAT TANAMAN
Manfaat durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, terdapat
manfaat dari bagian lainnya, yaitu:
1. Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring.
2. Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus.
3. Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternative pengganti makanan (dapat dibuat bubur yang dicampur daging buahnya).
4. Kulit dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus, dengan. cara dijemur sampai kering dan dibakar sampai hancur.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa dan Sumatra. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat di hutan, di sepanjang aliran sungai. Di dunia, tanaman durian tersebar ke seluruh Asia Tenggara, dari Sri Langka, India Selatan hingga New Guenea. Khusus di Asia Tenggara, durian diusahakan dalam bentuk perkebunan yang dipelihara intensif oleh negara Thailand. Jumlah produksi durian di Filipina adalah 16.700 ton (2.030 ha), di Malaysia 262.000 ton (42.000 ha) dan di Thailand 444.500 ton (84.700 ha) pada tahun 1987-1988. Di Indonesia pada tahun yang sama menghasilkan 199.361 ton (41.284 ha) dan pada tahun 1990 menghasilkan 275.717 ton (45.372 ha).
5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
1. Curah hujan untuk tanaman durian maksimum 3000-3500 mm/tahun dan minimal 1500-3000 mm/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun, dengan kemarau 1-2 bulan sebelum berbunga lebih baik daripada hujan terus menerus.
2. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan durian adalah 60-80%. Sewaktu masih kecil (baru ditanam di kebun), tanaman durian tidak tahan terik sinar matahari di musim kemarau, sehingga bibit harus dilindungi/dinaungi.
3. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 20-30 derajat C. Pada suhu 15Oc durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal. Bila suhu mencapai 35 derajat C daun akan terbakar.

5.2. Media Tanam
1. Tanaman durian menghendaki tanah yang subur (tanah yang kaya bahan organik). Partikel penyusunan tanah seimbang antara pasir liat dan debu sehingga mudah membentuk remah.
2. Tanah yang cocok untuk durian adalah jenis tanah grumosol dan ondosol. Tanah yang memiliki ciri-ciri warna hitam keabu-abuan kelam, struktur tanah lapisan atas bebutir-butir, sedangkan bagian bawah bergumpal, dan kemampuan mengikat air tinggi.
3. Derajat keasaman tanah yang dikehendaki tanaman durian adalah (pH) 5-7, dengan pH optimum 6-6,5.
4. Tanaman durian termasuk tanaman tahunan dengan perakaran dalam, maka membutuhkan kandungan air tanah dengan kedalam cukup, (50-150 cm) dan (150-200 cm). Jika kedalaman air tanah terlalu dangkal/ dalam, rasa buah tidak manis/tanaman akan kekeringan/akarnya busuk akibat selalu tergenang.

5.3. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat untuk bertanam durian tidak boleh lebih dari 800 m dpl. Tetapi ada juga tanaman durian yang cocok ditanam diberbagai ketinggian. Tanah yang berbukit/yang kemiringannya kurang dari 15 kurang praktis daripada lahan yang datar rata.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1. Persyaratan Benih
Biji untuk bibit dipilih dari biji yang memenuhi persyaratan:
a) Asli dari induknya.
b) Segar dan sudah tua.
c) Tidak kisut.
d) Tidak terserang hama dan penyakit.

2. Penyiapan Benih dan Bibit
Pernanyakatan tanaman durian dapat dilakukan melalui cara generatif (dengan biji) atau vegetatif (okulasi, penyusuan atau cxangkokan).

a) Pengadaan benih dengan cara generatif
Memilih biji-biji yang tulen/murni dilakukan dengan mencuci biji-biji dahulu agar daging buah yang menempel terlepas. Biji yang dipilih dikeringkan pada tempat terbuka, tidak terkena sinar matahari langsung. Penyimpanan diusahakan agar tidak berkecambah/rusak dan merosot daya tumbuhnya. Proses pemasakan biji dilakukan dengan baik (dengan cara diistirahatkan beberapa saat), dalam kurun waktu 2-3 minggu sesudah diambil dari buahnya. Setelah itu biji ditanam.

b) Pengadaan bibit dengan cara okulasi
Persyaratan biji durian yang akan diokulasi berasal dari biji yang sehat dan tua, dari tanaman induk yang sehat dan subur, sistem perakaran bagus dan produktif. Biji yang ditumbuhkan, dipilih yang pertumbuhannya sempurna.

Setelah umur 8-10 bulan, dapat diokulasi, dengan cara:
• Kulit batang bawah disayat, tepat di atas matanya (1 cm). Dipilih mata tunas yang berjarak 20 cm dari permukaan tanah.
• Sayatan dibuat melintang, kulit dikupas ke bawah sepanjang 2-3 cm sehingga mirip lidah.
• Kulit yang mirip lidah dipotong menjadi 2/3-nya.
• Sisipan “mata” yang diambil dari pohon induk untuk batang atas (disayat dibentuk perisai) diantara kulit. Setelah selesai dilakukan okulasi, 2 minggu kemudian di periksa apakah perisai mata tunas berwarna hijau atau tidak. Bila berwarna hijau, berarti okulasi berhasil, jika coklat, berarti okulasi gagal.

c) Penyusuan
1. Model tusuk/susuk
- Tanaman calon batang atas dibelah setengah bagian menuju kearah pucuk. Panjang belahan antara 1-1,5 cm diukur dari pucuk. Tanaman calon batang bawah sebaiknya memiliki diameter sama dengan batang atasnya. Tajuk calon batang bawah dipotong dan dibuang, kemudian disayat sampai runcing. Bagian yang runcing disisipkan kebelahan calon batang atas yang telah dipersiapkan. Supaya calon batang bawah tidak mudah lepas, sambungannya harus diikat kuat-kuat dengan tali rafia.
- Selama masa penyusuan batang yang disatukan tidak boleh bergeser. Sehingga, tanaman batang bawah harus disangga atau diikat pada tanaman induk (batang tanaman yang besar) supaya tidak goyah setelah dilakukan penyambungan. Susuan tersebut harus disiram agar tetap hidup. Biasanya, setelah 3-6 bulan tanaman tersebut bisa dipisahkan dari tanaman induknya, tergantung dari usia batang tanaman yang disusukan. Tanaman muda yang kayunya belum keras sudah bisa dipisahkan setelah 3 bulan. Penyambungan model tusuk atau susuk ini dapat lebih berhasil kalau diterapkan pada batang tanaman yang masih muda atau belum berkayu keras.

2. Model sayatan
- Pilih calon batang bawah (bibit) dan calon batang atas dari pohon induk yang sudah berbuah dan besarnya sama.
- Kedua batang tersebut disayat sedikit sampai bagian kayunya. Sayatan pada kedua batang tersebut diupayakan agar bentuk dan besarnya sama.
- Setelah kedua batang tersebut disayat, kemudian kedua batang itu ditempel tepat pada sayatannya dan diikat sehingga keduanya akan tumbuh bersama-sama.
- Setelah 2-3 minggu, sambungan tadi dapat dilihat hasilnya kalau batang atas dan batang bawah ternyata bisa tumbuh bersama-sama berarti penyusuan tersebut berhasil.
- Kalau sambungan berhasil, pucuk batang bawah dipotong/dibuang, pucuk batang atas dibiarkan tumbuh subur. Kalau pertumbuhan pucuk batang atas sudah sempurna, pangkal batang atas juga dipotong.
- Maka akan terjadi bibit durian yang batang bawahnya adalah tanaman biji, sedangkan batang atas dari ranting/cabang pohon durian dewasa.

d) Cangkokan
Batang durian yang dicangkok harus dipilih dari cabang tanaman yang sehat, subur, cukup usia, pernah berbuah, memiliki susunan percabangan yang rimbun, besar cabang tidak lebih besar daripada ibu jari (diameter=2–2,5 cm), kulit masih hijau kecoklatan. Waktu mencangkok adalah awal musim hujan sehingga terhindar dari kekeringan, atau pada musim kering, tetapi harus disiram secara rutin (2 kali sehari), pagi dan sore hari.

Adapun tata cara mencangkok adalah sebagai berikut:
1. Pilih cabang durian sebesar ibu jari dan yang warna kulitnya masih hijau kecoklatan.
2. Sayap kulit cabang tersebut mengelilingi cabang sehingga kulitnya terlepas.
3. Bersihkan lendir dengan cara dikerok kemudian biarkan kering angin sampai dua hari.
4. Bagian bekas sayatan dibungkus dengan media cangkok (tanah, serabut gambut, mos). Jika menggunakan tanah tambahkan pupuk kandang/kompos perbandingan 1:1. Media cangkok dibungkus dengan plastik/sabut kelapa/bahan lain, kedua ujungnya diikat agar media tidak jatuh.
5. Sekitar 2-5 bulan, akar cangkokan akan keluar menembus pembungkus cangkokan. Jika akar sudah cukup banyak, cangkokan bisa dipotong dan ditanam di keranjang persemaian berisi media tanah yang subur.



3. Teknik Penyemaian dan Pemeliharaan
Bibit durian sebaiknya tidak ditanam langsung di lapangan, tetapi disemaikan terlebih dahulu ditempat persemaian. Biji durian yang sudah dibersihkan dari daging buah dikering-anginkan sampai kering tidak ada air yang menempel. Biji dikecambahkan dahulu sebelum ditanam di persemaian atau langsung ditanam di polibag. Caranya biji dideder di plastik/anyaman bambu/kotak, dengan media tanah dan pasir perbandingan 1:1 yang diaduk merata. Ketebalan lapisan tanah sekitar 2 kali besar biji (6-8 cm), kemudian media tanam tadi disiram tetapi (tidak boleh terlalu basah), suhu media diupayakan cukup lembab (20-23 derajat C). Biji ditanam dengan posisi miring tertelungkup (bagian calon akar tunggang menempel ke tanah), dan sebagian masih kelihatan di atas permukaan tanah (3/4 bagian masih harus kelihatan). Jarak antara biji satu dengan lainnya adalah 2 cm membujur dan 4-5 cm melintang.
Setelah biji dibenamkan, kemudian disemprot dengan larutan fungisida, kemudian kotak sebelah atas ditutup plastik supaya kelembabannya stabil. Setelah 2-3 minggu biji akan mengeluarkan akar dengan tudung akar langsung masuk ke dalam media yang panjangnya } 3-5 cm. Saat itu tutup plastik sudah bisa dibuka. Selanjutnya, biji-biji yang sudah besar siap
dibesarkan di persemaian pembesar atau polibag.

4. Pemindahan Bibit
Bibit yang akan ditanam di lapangan sebaiknya sudah tumbuh setinggi 75-150 cm atau berumur 7 - 9 bulan setelah diokulasi, kondisinya sehat dan pertumbuhannya bagus. Hal ini tercermin dari pertumbuhan batang yang kokoh, perakarannya banyak dan kuat, juga adanya helaian daun dekat pucuk tanaman yang telah menebal dan warnanya hijau tua.

6.2. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan
Penanaman durian, perlu perencanaan yang cermat. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengukuran pH tanah, analisis tanah, penetapan waktu/jadwal tanam, pengairan, penetapan luas areal penanaman, pengaturan volume produksi.

2. Pembukaan Lahan
Pembersihan dan pengolahan lahan dilakukan beberapa minggu sebelum penanaman bibit berlangsung. Batu-batu besar, alang-alang, pokok-pokok batang pohon sisa penebangan disingkirkan. Perlu dibersihkan dari tanaman liar yang akan menganggu pertumbuhan.

3. Pembentukan Bedengan
Tanah untuk bedengan pembesaran harus dicangkul dulu sedalam 30 cm hingga menjadi gembur, kemudian dicampur dengan pasir dan kompos yang sudah jadi. Untuk ukuran bedengan lebar 1 m panjang 2 m, diberi 5 kg pasir dan 5 kg pupuk kompos. Setelah tanah, pasir dan kompos tercampur merata dan dibiarkan selama 1 minggu. Pada saat itu juga tanah disemprot Vapan/Basamid untuk mencegah serangan jamur/bakteri pembusuk jamur.
Di sekeliling bedengan, perlu dibuatkan saluran untuk penampung air. Jika bedengan sudah siap, biji yang telah tumbuh akarnya tadi segera ditanam dengan jarak tanam 20 x 30 cm. Penanaman biji durian dilakukan dengan cara dibuatkan lubang tanam sebesar biji dan kedalamannya sesuai dengan panjang akar masing-masing. Setelah biji tertanam semua, bagian permukaan bedengan ditaburi pasir yang dicampur dengan tanah halus (hasil ayakan) setebal 5 cm.

4. Pengapuran
Keadaan tanah yang kurang subur, misalnya tanah podzolik (merah kuning) dan latosol (merah-coklat-kuning), yang cenderung memiliki pH 5 - 6 dan penyusunannya kurang seimbang antara kandungan pasir, liat dan debu, dapat diatasi dengan pengapuran. Sebaiknya dilakukan menjelang musim kemarau, dengan kapur pertanian yang memiliki kadar CaCO3 sampai 90%. Dua sampai 4 minggu sebelum pengapuran, sebaiknya tanah dipupuk dulu dan dilsiram 4-5 kali. Untuk mencegah kekurangan unsur Mg dalam tanah, sebaiknya dua minggu setelah pengapuran, segera ditambah dolomit.

6.3. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Jarak tanam sangat tergantung pada jenis dan kesuburan tanah, kultivar durian, serta sistem budidaya yang diterapkan. Untuk kultivar durian berumur genjah, jarak tanam: 10 m x 10 m. Sedangkan kultivar durian berumur sedang dan dalam jarak tanam 12 m x 12 m. Intensifikasi kebun durian, terutama waktu bibit durian masih kecil (berumur kurang dari 6 tahun), dapat diupayakan dengan budidaya tumpangsari. Berbagai budidaya tumpangsari yang biasa dilakukan yakni dengan tanaman horti (lombok, tomat, terong dan tanaman pangan: padi gogo, kedelai, kacang tanah dan ubi jalar.

2. Pembuatan Lubang Tanam
Pengolahan tanah terutama dilakukan di lubang yang akan digunakan untuk menanam bibit durian. Lubang tanam dipersiapkan 1 m x 1 m x 1 m. Saat menggali lubang, tanah galian dibagi menjadi dua. Sebelah atas dikumpulkan di kiri lubang, tanah galian sebelah bawah dikumpulkan di kanan lubang. Lubang tanam dibiarkan kering terangin-angin selama 1 minggu, lalu lubang tanam ditutup kembali. Tanah galian bagian atas lebih dahulu dimasukkan setelah dicampur pupuk kompos 35 kg/lubang, diikuti oleh tanah bagian bawah yang telah dicampur 35 kg pupuk kandang dan 1 kg fospat. Untuk menghindari gangguan rayap, semut dan hama lainnya dapat dicampurkan insektisida butiran seperti Furadan 3 G. Selanjutnya lubang tanam diisi penuh sampai tampak membukit setinggi 20-30 cm dari permukaan tanah. Tanah tidak perlu dipadatkan. Penutupan lubang sebaiknya dilakukan 7-15 hari sebelum penanaman bibit.



3. Cara Penanaman
Bibit yang akan ditanam di lapangan sebaiknya tumbuh 75-150 cm, kondisinya sehat, pertumbuhan bagus, yang tercermin dari batang yang kokoh dan perakaran yang banyak serta kuat. Lubang tanam yang tertutup tanah digali kembali dengan ukuran yang lebih kecil, sebesar gumpalan tanah yang membungkus akar bibit durian. Setelah lubang tersedia, dilakukan penanaman dengan cara sebagai berikut :
a) Polybag/pembungkus bibit dilepas (sisinya digunting/diiris hati-hati)
b) Bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam sampai batas leher
c) Lubang ditutup dengan tanah galian. Pada sisi tanaman diberi ajir agar pertumbuhan tanaman
tegak ke atas sesuai arah ajir.
d) Pangkal bibit ditutup rumput/jerami kering sebagai mulsa, lalu disiram air.
e) Di atas bibit dapat dibangun naungan dari rumbia atau bahan lain. Naungan ini sebagai
pelindung agar tanaman tidak layu atau kering tersengat sinar matahari secara langsung.

6.4. Pemeliharaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Penjarangan buah bertujuan untuk mencegah kematian durian agar tidak menghabiskan energinya untuk proses pembuahan. Penjarangan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup, rasa buah, ukuran buah dan frekuensi pembuahan setiap tahunnya. Penjarangan dilakukan bersamaan dengan proses pengguguran bunga, begitu gugur bunga selesai, besoknya harus dilakukan penjarangan (tidak boleh ditundatunda). Penjarangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan hormon tertentu (Auxin A), pada saat bunga atau bakal buah baru berumur sebulan. Pada saat itu sebagian bunga sudah terbuka dan sudah dibuahi. Ketika hormon disemprotkan, bunga yang telah dibuahi akan tetap meneruskan pembuahannya sedangkan bunga yang belum sempat dibuahi akan mati dengan sendirinya. Jumlah buah durian yang dijarangkan 50-60% dari seluruh buah yang ada.

2. Penyiangan
Untuk menghindari persaingan antara tanaman dan rumput disekeliling selama pertumbuhan, perlu dilakukan penyiangan (diameter 1 m dari pohon durian).

3. Pemangkasan/Perempelan
a) Akar durian
Pemotongan akar akan menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman sampai 40% selama 1 musim. Selama itu pula tanaman tidak dipangkas. Pemangkasan akar selain membuat tanaman menjadi cepat berbuah juga meningkatkan kualitas buah, menarik, buah lebih keras dan lebih tahan lama. Waktu pemotongan akar paling baik pada saat tanaman mulai berbunga, paling lambat 2 minggu setelah berbunga. Jika dilakukan melewati batas, hasil panen berkurang dan pertumbuhan terhambat.
Cara pemotongan: kedua sisi barisan tanaman durian diiris sedalam 60-90 cm dan sejauh 1,5-2 meter dari pangkal batang.

b) Peremajaan
Tanaman yang sudah tua dan kurang produktif perlu diremajakan. Tanaman durian tidak harus dibongkar sampai ke akar-akarnya, tetapi cukup dilakukan pemangkasan. Luka pangkasan dibuat miring supaya air hujan tidak tertahan.Untuk mencegah terjadinya infeksi batang, bekas luka tersebut dapat diolesi meni atau ditempeli lilin parafin. Setelah 2-3 minggu dilakukan pemangkasan (di musim hujan) maka pada batang tersebut akan tumbuh tunas-tunas baru. Setelah tunas baru mencapai 2 bulan, tunas tersebut dapat diokulasi. Cara okulasi cabang sama dengan cara okulasi tanaman muda (bibit). Tinggi okulasi dari tanah 1 - 1,5 m atau 2 - 2,5 m tergantung pada pemotongan batang pokok. Pemotongan batang pokok tidak boleh terlalu dekat dengan tanah.

c) Pembentukan tanaman yang terlanjur tua
Dahan-dahan yang akan dibentuk tidak usah dililiti kawat, tetapi cukup dibanduli atau ditarik dan dipaksa ke bawah agar pertumbuhan tanaman tidak mengarah ke atas. Cabang yang akan dibentuk dibalut dengan kalep agar dahan tersebut tidak terluka. Balutan kalep tadi diberi tali, kemudian ditarik dan diikat dengan pasak. Dengan demikian, dahan yang tadinya tumbuh tegak ke atas akan tumbuh ke bawah mengarah horizontal.

4. Pemupukan
Sebelum melakukan pemupukan kita harus melihat keadaan tanah, kebutuhan tanaman akan pupuk dan unsur hara yang terkandung dalam tanah.

a) Cara memupuk
Pada tahap awal buatlah selokan melingkari tanaman. Garis tengah selokan disesuaikan dengan lebarnya tajuk pohon. Kedalaman selokan dibuat 20-30 cm. Tanah cangkulan disisihkan di pinggirnya. Sesudah pupuk disebarkan secara merata ke dalam selokan, tanah tadi dikembalikan untuk menutup selokan. Setelah itu tanah diratakan kembali, bila tanah dalam keadaan kering segera lakukan penyiraman.

b) Jenis dan dosis pemupukan
Jenis pupuk yang digunakan untuk memupuk durian adalah pupuk kandang, kompos, pupuk hijau serta pupuk buatan. Pemupukan yang tepat dapat membuat tanaman tumbuh subur. Setelah tiga bulan ditanam, durian membutuhkan pemupukan susulan NPK (15:15:15) 200 gr perpohon. Selanjutnya, pemupukan susulan dengan NPK itu dilakukan rutin setiap empat bulan sekali sampai tanaman berumur tiga tahun.
Setahun sekali tanaman dipupuk dengan pupuk organik kompos/pupuk kandang 60-100 kg per pohon pada musim kemarau. Pemupukan dilakukan dengan cara menggali lubang mengelilingi batang bawah di bawah mahkota tajuk paling luar dari tanaman. Tanaman durian yang telah berumur ≥ 3 tahun biasanya mulai membentuk batang dan tajuk. Setelah itu, setiap tahun durian membutuhkan tambahan 20–25% pupuk NPK dari dosis sebelumnya. Apabila pada tahun ke-3, durian diberi pupuk 500 gram NPK per pohon maka pada tahun ke-4 dosisnya menjadi 600-625 gram NPK per pohon. Kebutuhan pupuk kandang juga meningkat, berkisar antara 120-200 kg/pohon menjelang berbunga durian membutuhkan NPK 10:30:10. Pupuk ini ditebarkan pada saat tanaman selesai membentuk tunas baru (menjelang tanaman akan berbunga).

5. Pengairan dan Penyiraman
Durian membutuhkan banyak air pada pertumbuhannya, tapi tanah tidak boleh tergenang terlalu lama atau sampai terlalu basah. Bibit durian yang baru ditanam membutuhkan penyiraman satu kali sehari, terutama kalau bibit ditanam pada musim kemarau. Setelah tanaman berumur satu bulan, air tanaman dapat dikurangi sekitar tiga kali seminggu. Durian yang dikebunkan dengan skala luas mutlak membutuhkan tersedianya sumber air yang cukup. Dalam pengairan perlu dibuatkan saluran air drainase untuk menghindari air menggenangi bedengan tanaman.

6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Untuk mendapatkan pertumbuhan bibit tanaman yang baik, setiap 2 minggu sekali bibit disemprot zat pengatur tumbuh Atonik dengan dosis 1 cc/liter air dan ditambah dengan Metalik dengan dosis 0,5 cc/liter air. Hal ini dilakukan untuk merangsang pertumbuhan tanaman agar lebih sempurna. Jenis insektisida yang digunakan adalah Basudin yang disemprot sesuai aturan yang ditetapkan dan berguna untuk pencegahan serangga. Untuk cendawan cukup melaburi batang dengan fungisida (contohnya Dithane atau Antracol) agar sehat. Lebih baik bila pada saat melakukan penanaman, batang durian dilaburi oleh fungisida tersebut.

7. Pemeliharan Lain
Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) berfungsi mempengaruhi jaringan-jaringan pada berbagai organ tanaman. Zat ini sama sekali tidak memberikan unsure tambahan hara pada tanaman. ZPT dapat membuat tanaman menjadi lemah sehingga penggunannya harus disesuaikan dengan petunjuk pemakaian yang tertera pada label yang ada dalam kemasan, sebab pemakaian ZPT ini hanya dicampurkan saja.





7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1) Penggerek buah (Jawa : Gala-gala)
Ciri: telur diletakkan pada kulit buah dan dilindungi oleh jaring-jaring mirip rumah laba-laba. Larva yang telah menetas dari telur langsung menggerek dan melubangi dinding-dinding buah hingga masuk ke dalam. Larva tersebut tinggal di dalam buah sampai menjadi dewasa. Buah yang diserang kadang-kadang jatuh sebelum tua. Penyebaran: serangga penggerek buah menyebar dengan cara terbang dari pohon durian yang satu ke pohon lainnya. Serangga penggerek buah ini bertelur pada buah durian yang dihinggapinya. Kegiatan bertelur ini dilakukan, secara periodik setiap menjelang musim kemarau.
Pengendalian: dilakukan dengan insektisida, seperti Basudin, Sumithion 50 AC, Thiodan 35 EC, dengan dosis 2-3 cc/liter air.

2) Lebah mini
Ciri: hama ini berukuran kecil, tubuhnya berwarna coklat kehitaman dan sayapnya bergaris putih lebar. Setelah lebah menjadi merah violet, ukuran panjangnya menjadi 3,5 cm. Pada fase ulat (larva), hama ini menyerang daun-daun durian muda. Selama hama tersebut mengalami masa istirahat (bentuk kepompong), mereka akan menempel erat pada kulit buah. Setelah menjadi lebah serangga ini mencari makan dengan cara menggerek ranting-ranting muda dan memakan
daun-daun muda.
Pengendalian: menggunakan parvasida, seperti Hostathion 40 EC (Triazofos 420 gram/liter), dan insektisida, seperti Supracide 40 EC dosis 420 gram/liter dan Temik 106 (Aldikarl 10%).

3) Ulat penggerek bunga (Prays citry)
Ulat ini menyerang tanaman yang baru berbunga, terutama bagian kuncup bunga dan calon buah.
Ciri: ulat ini warna tubuhnya hijau dan kepalanya merah coklat, setelah menjadi kupu-kupu berwarna merah sawo agak kecoklatan, abu-abu dan bertubuh langsing.
Gejala: kuncup bunga yang terserang akan rusak dan putiknya banyak yang berguguran. Demikian pula, benang sari dan tajuk bunganya pun rusak semua, sedangkan kuncup dan putik patah karena luka digerek ulat. Penularan ke tanaman lain dilakukan oleh kupu-kupu dari hama tersebut.
Pengendalian: dengan menyemprotkan obat-obatan seperti Supracide 40 EC, nuvacrom SWC, Perfekthion 400 EC (Eimetoat 400 gram/liter).

4) Kutu loncat durian
Ciri: serangga berwarna kecoklatan dan tubuhnya diselimuti benang-benang lilin putih hasil sekresi tubuhnya; bentuk tubuh, sayap dan tungkainya mirip dengan kutu loncat yang menyerang tanaman lamtoro.
Gejala: kutu loncat bergerombol menyerang pucuk daun yang masih muda dengan cara menghisap cairan pada tulang-tulang daun sehingga daun-daun akan kerdil dan pertumbuhannya terhambat; setelah menghisap cairan, kutu ini mengeluarkan cairan getah bening yang pekat rasanya manis dan merata ke seluruh permukaan daun sehingga mengundang semut-semut bergerombol.
Pengendalian: daun dan ranting-ranting yang terserang dipangkas untuk dimusnahkan. Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Supracide 40 EC dosis 100-150 gram/5 liter air.

7.2. Penyakit
1) Phytopthora parasitica dan Pythium complectens
Penyebab: Pythium complectens, yang menyerang bagian tanaman seperti daun, akar dan percabangan. Penularan dan penyebab: penyakit ini menular dengan cepat ke pohon lain yang berdekatan. Penularan terjadi bila ada akar yang terluka. Penularan terjadi bersama-sama dengan larutnya tanah atau bahan organik yang terangkut air.
Gejala: daun durian yang terserang menguning dan gugur mulai dari daun yang tua, cabang pohon kelihatan sakit dan ujung-ujungnya mati, diikuti dengan berkembangnya tunas-tunas dari cabang di bawahnya. Kulit di atas permukaan tanah menjadi coklat dan membusuk. Pembusukan pada akar hanya terbatas pada akar-akar sebelah bawah, tetapi dapat meluas dari ujung akar lateral sampai ke akar tunggang. Jika dilihat dari luar akar yang sakit tampak normal, tetapi jaringan kulitnya menjadi colat tua dan jaringan pembuluh menjadi merah jambu.
Pengendalian: (1) upayakan drainase yang baik agar tanah tidak terlalu basah dan air tidak mengalir ke permukaan tanah pada waktu hujan; (2) pohon yang sakit dibongkar sampai ke akarnya dan dibakar; (3) pilih bibit durian kerikil untuk batang bawah karena jenis ini lebioh tahan terhadap serangan jamur sehingga dapat terhindar dari serangan penyakit busuk.

2) Kanker bercak
Penyebab: Pythium palvimora, terutama menyerang bagian kulit batang dan kayu. Penyebaran oleh spora sembara bersamaan dengan butir-butir tanah atau bahan organik yang tersangkut air. Penyebaran penyakit ini dipacu oleh curah hujan yang tinggi dalam cuaca kering. Jamur dapat tumbuh dengan baik pada suhu antara 12-35 derajat C.
Gejala: kulit batang durian yang terserang mengeluarkan blendok (gum) yang gelap; jaringan kulit berubah menjadi merah kelam, coklat tua atau hitam; bagian yang sakit dapat meluas ke dalam sampai ke kayu; daun-daun rontok dan ranting-ranting muda dari ujung mulai mati.
Pengendalian: (1) perbaikan drainase agar air hujan tidak mengalir dipermukaan tanah dan untuk batang yang sakit; (5) dilakukan dengan cara memotong kulit yang sakit sampai ke kayunya yang sehat dan potongan tanaman yang sakit harus dibakar, sedangkan bagian yang terluka diolesi fungisida, misalnya difolatan 4 F 3%.




3) Jamur upas
Gejala: pada cabang-cabang dan kulit kayu terdapat benang-benang jamur mengkilat seperti sarang laba-laba pada cabang-cabang. Jamur berkembang menjadi kerak berwarna merah jambu dan masuk ke dalam kulit dan kayu sehingga menyebabkan matinya cabang.
Pengendalian: (1) serangan jamur yang masih pada tingkat sarang laba-laba dapat dikendalikan dengan cara melumasi cabang yang terserang degan fungisida, misalnya calizin RM; (2) jika jamur sudah membentuk kerak merah jambu, sebaiknya dilakukan pemotongan cabang kirakira lebih 30 cm ke bawah bagian yang berjamur; (3) dengan menyemprotkan Antrocol 70 WP (propineb 70,5%), dosis 100-200 gram/liter air atau 1-1,5 kg/ha aplikasi.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Pada umur sekitar 8 tahun, tanaman durian sudah mulai berbunga. Musim berbunga jatuh pada waktu kemarau, yakni bulan Juni-September sehingga bulan Oktober- Februari buah sudah dewasa dan siap dipetik. Panen durian diusahakan sebelum musim hujan tiba karena air hujan dapat merusak kualitas buah. Warna durian yang hampir masak agak berbeda-beda tergantung pada kultivarnya. Buah yang sudah masak umumnya ditandai dengan bau harum yang menyengat. Pada durian yang sudah masak bila diketuk duri atau buahnya akan terdengar dentang udara antara isi dan kulitnya.

8.2. Cara Panen
Buah durian yang sudah matang akan jatuh sendiri. Untuk menjaga agar buah tidak langsung jatuh, kira-kira sebulan sebelum matang buah dapat diikat dengan tali plastik. Tujuan pengikatan tersebut agar tangkai buah yang terlepas dari batang atau ranting pohon tetap menggantung pada tali sehingga buah durian tersebut dapat diambil dalam keadaan utuh. Buah durian dari pohon rendah dapat dipetik dengan menggunakan pisau tajam. Tangkai buah dipotong mulai dari bagian paling atas, 1,5 cm dari dahan. Pemotongan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati karena di tempat ini terdapat bahan tunas yang akan berbunga pada musim berikutnya. Buah durian yang terletak pada bagian pohon yang tinggi sebaiknya dipetik dengan menggunakan alat bantu yang sesuai agar tidak jatuh ke tanah. Durian yang jatuh ke tanah biasanya retak, daging buahnya menjadi asam/pahit karena terjadi fermentasi pembentukan alkohol dan asam.

8.3. Prakiraan Produksi
Jumlah durian yang dapat dipanen dalam satu pohon adalah 60-70 butir perpohon pertahun dengan bobot rata-rata 2,7 kg. Apabila diinginkan jumlah buah yang lebih banyak lagi maka bobot buah akan turun.



9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Di tempat pengumpulan setiap tangkai durian diberi label khusus atau dicat dengan warna tertentu untuk menunjukkan kebun asal durian. Bila kualitasnya kurang baik dapat diperbaiki pada tahun berikutnya.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Hasil panen dikumpulkan, diseleksi dan dipilah-pilah berdasarkan ukuran. Seleksi perlu dilakukan agar tidak ada buah cacat yang ikut terkirim, terutama bila buah ini akan dijual atau diekspor.

9.3. Penyimpanan
Durian yang sudah terpilih dicuci dan disemprot dengan air agar kotoran yang menempel pada kulitnya menjadi bersih. Selanjutnya buah dicelupkan ke dalam air yang telah diberi fungisida Aliette 800 WP yang berbahan aktif Aluminium tris (Oethy/phosphonate) 22 cc/liter. Tujuan pencelupan ini adalah untuk menghindari serangan busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phytophtora sp selama pemeraman dan transportasi. Lalu buah dikeringanginkan. Durian beserta petinya dimasukkan ke dalam gudang yang cukup mendatangkan penerangan.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Buah durian yang akan diekspor diberi perlakuan: setelah buah kering, buah dibungkus kantong plastik dan diikat dengan tali rafia Setiap kantung plastik berisi satu butir buah durian. Buah yang sudah dibungkus kantung plastik dibungkus lagi dengan kantung kertas semen. Setelah itu, dimasukkan ke dalam kotak karton setebal 3 mm. Setiap ungkus berisi 5-6 butir durian sehingga setiap kotak karton berisi 10-15 kg durian. Kotak ini dilekat dengan lakban (perekat plastik) tebal yang tidak mudah robek jika terkena gesekan. Teknologi pengemasan ini memperhatikan adanya lubang udara agar ada sirkulasi udara, tetapi juga ada lapisan plastik luar untuk menahan keluarnya bau, sehingga tidak ada kontak antar udara di dalam kotak pengepakan dengan udara luar maka jika di dalam ada durian yang matang baunya tidak tercium menyengat sampai keluar.

9.5. Penanganan Lain
Bila ingin menghasilkan durian beku untuk dipasarkan ke tempat yang jauh, maka dapat dilakukan cara pengepakan fakum udara, cara ini banyak dipakai oleh petani Thailand. Setelah dikupas kulitnya, durian dimasukkan ke dalam alat fakum udara selama 35-40 menit dengan suhu 40oC di bawah nol. Setelah itu, buah durian dimasukkan ke dalam plastik berukuran 300 gram dan diletakkan dalam kamar pendingin dengan suhu 18 derajat C di bawah nol.



10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1.Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha tani tanaman durian seluas 1 ha pada tahun 1998.

1) Biaya produksi
1. Tanah 1 ha @ m2 x Rp. 15.000,- Rp. 15.000.000,-
2. Bibit :150 pohon @ Rp. 50.000,- Rp. 7.500.000,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang: 9500 kg @ Rp. 60,- Rp. 570.000,-
- UREA: 1400 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 2.240.000,-
- TSP: 1400 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 2.100.000,-
- KCl: 1400 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 2.240.000,-
- NPK: 1400 kg @ Rp. 2.800,- Rp. 3.920.000,-
- Hormon/mineral: 70 liter @ Rp. 3.500,- Rp. 245.000,-
4. Obat dan pestisida
- Insektisida: 150 liter @ Rp. 5.000,- Rp. 750.000,-
- Fungisida: 150 liter @ Rp. 5.000,- Rp. 750.000,-
5. Alat dan bangunan
- Bangunan dan sumur Rp. 2.500.000,-
- Alat semprot: 2 unit @ Rp. 75.000,- Rp. 150.000,-
- Cangkul: 2 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 10.000,-
- Sabit: 2 buah @ Rp. 3.500,- Rp. 7.000,-
- Garpu: 2 buah @ Rp. 3.000,- Rp. 6.000,-
- Golok: 2 buah @ Rp. 7.500,- Rp. 15.000,-
- Gunting pangkas: 3 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
- Gergaji pangkas: 2 buah @ Rp. 6.000,- Rp. 12.000,-
- Ember: 5 buah @ Rp. 3.000,- Rp. 15.000,-
6. Tenaga kerja tetap
- Upah 5 bok 12 x 2 orang x Rp. 30.000,- Rp. 3.600.000,-
- Pakaian 5 x Rp. 45.000,- Rp. 225.000,-
- THR 5 x Rp. 25.000,- Rp. 125.000,-
7. Tenaga kerja lepas
- Membuat lubang tanam 15 OH @ Rp. 3.000,- Rp. 45.000,-
- Memupuk dan menanam 25 OH @ Rp. 3.000,- Rp. 75.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 42.115.000,-




2) Pendapatan
1. Tahun ke-5 produk ke 1 = 25/100 x 150 x 30 x Rp. 30.000= Rp. 33.750.000,- = Rp. 33.750.000 – Rp. 42.115.000 - Rp. 8.365.000,-
2. Tahun ke-6 produk ke 2 =25/100 x 150 x 60 x Rp. 30.000= Rp. 67.500.000,- = Rp. 67.500.000 – (Rp.8.365.000 + Rp. 16.765.000) Rp. 42.370.000
3. Pada tahun ke-7 keuntungan sudah dapat menutupi investasi yang dikeluarkan

3) Investasi rata-rata/pohon: Rp. 175.096,66

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Peluang bisnis durian sangat bagus. Untuk pasar luar negeri pada tahun 1983-1987 dikirim ke negara Taiwan, Singapura, Malaysia dan Hongkong. Dan pada tahun 1989 permintaan meningkat ke negara Prancis, Belanda, Brunei, australia, Saudi Arabia dan Jepang. Bahkan pada tahun 1999 di Jepang harga durian dapat mencapai 10.000 yen (Rp 700.000,-). Peluang pasar di Indonesia juga sangat bagus, harga durian berkualitas dapat mencapai Rp 30.000,-/kg. Sedangkan untuk buah durian dipasaran dan kualitasnya biasa-bisa saja mencapai Rp. 15.000,-/buah. Selama ini perdagangan durian lebih dikuasai oleh negara Thailand, hal ini disebabkan oleh mutu buah yang bagus. Padahal Indonesia dapat melakukan hal yang sama apabila mutu ditingkatkan. Bahkan Indonesia memiliki varietas yang beragam dan berbuah sepanjang tahun. Dengan penanganan yang profesional dan dibantu oleh kemudahan-kemudahan dari pemerintah durian Indonesia mampu menguasai pasar dunia.

11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: klasifikasi dan syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, pengemasan dan syarat penandaan.

11.2.Diskripsi
Standar mutu buah durian di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-4482-1998.

11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu
Buah durian diklasifikasikan dalam 3 jenis mutu, yaitu Mutu I, Mutu II dan Mutu III.
a) Kerusakan: mutu I=tidak ada (bebas penyakit dan serangga); mutu II=tidak ada (bebas penyakit dan serangga); mutu III=tidak ada (bebas penyakit dan serangga).
b) Cacat: mutu I=tidak ada; mutu II=ada; mutu III=ada.
c) Rasa dan aroma: mutu I=baik sesuai kultivar; mutu II=baik sesuai kultivar; mutu III=baik sesuai kultivar.
d) Kekerasan daging: mutu I=keras/sedang; mutu II=keras/sedang; mutu III=keras/sedang.
e) Kesegaran buah: mutu I=segar; mutu II=segar; mutu III=segar.
f) Warna daging buah: mutu I=sesuai kultivar/kuning; mutu II=sesuai kultivar/kuning; mutu III=sesuai kultivar/kuning.
g) Kesegaman Kultivar: mutu I=seragam; mutu II=seragam; mutu III=seragam.
h) Perbandingan berat dengan biji: mutu I >2; mutu II >1; mutu III=boleh < 1. Pengujian buah durian dilakukan berdasarkan pengamatan dari bentuk fisik dan visualisasi dari standar mutu yang ada.

11.4.Pengambilan Contoh
Satu partai/lot buah durian segar yang terdiri maksimum 1.000 kemasan atau 1000 buah, contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan atau jumlah buah dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jumlah buah/jumlah kemasan dalam partai/lot: 1–5, pengambilan contoh semua.
2) Jumlah buah/jumlah kemasan dalam partai/lot: 6–100, pengambilan contoh minimum 5.
3) Jumlah buah/jumlah kemasan dalam partai/lot: 101–300, pengambilan contoh minimum 7.
4) Jumlah buah/jumlah kemasan dalam partai/lot: 301–500, pengambilan contoh minimum 9.
5) Jumlah buah/jumlah kemasan dalam partai/lot: 501-1001, pengambilan contoh minimum 10.

Dari setiap kemasan yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya tiga buah kemudian dicampur. Untuk kemasan dengan isi kurang dari tiga buah diambil satu buah. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat, yaitu orang yang telah dilatih terlebih dahulu dan diberi wewenang untuk melakukan hal tersebut.

11.5.Pengemasan
Buah durian seyogyanya dikemas sesuai dengan pasar yang dituju. Untuk Pasar Eropa, Ameriak dan Kanada, disukai buah durian yang beratnya 2,5-3,5 kg/buah dan dikemas dengan kotak karton berkapasitas 10-12 kg. Untuk pasaran Hongkong dipilih buah durian yang beratnya 2-4 kg/buah dan dikemas dalam keranjang bamboo berkapasitas 35-50 kg. Sedangkan untuk Malaysia dan Singapura atau pasar local dikehendaki buah durian dengan berat 2,0-5,0 kg/buah yang dikemas dalam keranjang bambu atau peti kayu, atau tanpa kemasan langsung ditumpuk ai atas bak truk.

Label atau gantungan yang menyertai setiap kemasan harus mudah dilihat dan berisi informasi :
a) Dihasilkan di Indonesia.
b) Nama perusahaan/eksportir.
c) Nama kultivar durian.
d) Kelas mutu.
e) Jumlah buah dalam kemasan.
f) Berat kotor.
g) Berat bersih.
h) Identitas pembeli di tempat tujuan.
i) Tanggal panen.
j) Tanggal buah itu enak dimakan.
k) Tanggal buah itu tidak enak lagi dimakan.
l) Petunjuk cara penanganan (suhu, kelembaban) yang dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

1) AAK. Bertanam Pohon Buah-buahan II. Kanisius : Yogyakarta, 1997.
2) AAK. Budi daya Durian. Kanisius : Yogyakarta, 1997.
3) Rambe, Sri Suryani Maphilindowati. “ Pasca Panen Buah Durian “. Trubus, 1988
4) Redaksi Trubus. Berkebun Durian Ala Petani Thailand. Jakarta : Penebar
Swadaya, 1998.
5) _____________ Mengebunkan Durian Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya, 1997
Jakarta, Februari 2000
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

“TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER (BIJI KAKAO)” oleh Rika Herwin

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER
[BIJI KAKAO]
Tanaman kakao yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat adalah jenis Forastero. Dalam dunia perdagangan kakao ini sering disebut sebagai kakao lindak atau bulk cocoa (Wood and Lass, 1985).
Buah kakao terdiri atas 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70 % berat buah masak. Prosentase biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27 – 29 %, sedang sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji (Wood and Lass, 1985, Sri Mulato dan Widyotomo, 2001).
Permukaan biji diselimuti oleh lapisan lendir atau pulpa berwarna putih. Biji kakao yang berasal dari buah yang matang mempunyai pulpa yang lunak dan terasa manis. Pulpa diketahui mengandung senyawa gula yang sangat penting sebagai media pembiakan bakteri selama proses fermentasi (Biehl et al., 1989).
Sebaliknya, buah muda mempunyai biji kakao dengan pulpa yang masih keras, masih terikat kuat pada permukaan bijinya dan senyawa gula belum terbentuk secara optimal akibatnya biji kakao muda tidak dapat difermentasi secara baik (Rohan, 1963).

TAHAPAN PENGOLAHAN
usaha kakao rakyat umumnya terdiri atas kebun-kebun kecil dengan luas areal rata-rata per petani antara 0,50 sampai 2 hektar. Dengan jumlah buah per panen yang relatif kecil, yaitu antara 100 – 200 kg biji kakao basah, maka sebaiknya pengolahan hasil panen dilakukan secara kelompok. Kapasitas produksi per kelompok disesuaikan dengan kondisi lingkungan petani antara lain, produktivitas kebun, ketersediaan sumber daya pengolahan (ketersediaan mesin, sumber air, sumber panas dan tenaga kerja terampil) dan infrastuktur untuk pemasaran hasil.
1. Panen
Jika tidak ada alasan teknis dan alasan lainnya yang sangat mendesak seperti serangan hama dan penyakit atau pencurian, buah kakao sebaiknya dipetik tepat matang. Kulit buah kakao matang mempunyai warna kulit kuning atau oranye yang saat masih muda berwarna hijau atau merah. Buah matang mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan senyawa penyusun lemak di dalam biji [Wood and Lass, 1985]. Sebaliknya, panen buah yang terlalu tua sebaiknya dihindari untuk mencegah biji mulai berkecambah. Hal ini akan menurunkan rendemen lemak dan menambah prosentase biji cacat [Urquat, 1960]. Panen buah muda juga menimbulkan hal yang sama, rendemen lemak rendah, prosentase biji pipih [flat bean] tinggi dan kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi. Selain itu, buah yang terlalu muda akan menghasilkan biji kakao dengan citarasa khas cokelat tidak maksimal [Rohan, 1963]. Pada kasus-kasus tertentu, petik buah muda atau kurang matang dapat dimungkinkan untuk mengurangi kehilangan produksi akibat meluasnya gejala serangan hama penggerek buah [PBK] dan serangan tupai atau tikus [Wardojo, 1980].
2. Sortasi Buah
Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat. Buah sehat akan tercemar oleh buah busuk jika ditimbun dalam satu tempat sama. Buah yang terkena serangan hama dan penyakit hendaknya ditimbun di tempat terpisah dan segera dikupas kulitnya. Setelah diambil bijinya, kulit buah segera ditimbun dalam tanah untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit ke seluruh kebun. Sortasi buah juga merupakan hal sangat penting terutama jika buah kakao hasil panen harus ditimbun terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dikupas kulitnya.
3. Pengupasan buah
Tujuan pengupasan buah adalah untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Jika jumlah panennya relatif kecil, pengupasan buah oleh petani biasanya dilakukan oleh anggota keluarganya dengan cara manual. Jika pengolahan kakao rakyat dilakukan secara kelompok dengan kapasitas besar, maka untuk proses pengupasan dapat dibantu dengan mesin yang mampu mengupas sebanyak 6.000 - 8.000 buah per jam. Buah kakao dipecah dengan dua buah silinder dengan putaran berlawanan dan kemudian dilewatkan ke dalam ayakan getar dua tingkat. Kulit buah terpecah dengan ukuran yang relatif besar sehingga pecahannya tertahan di atas ayakan pertama dan dikumpulkan lewat corong pengeluaran. Getaran ayakan menyebabkan biji kakao terlepas dari kulit buah dan lolos lewat lubang ayakan pertama, namun tertahan di atas ayakan yang kedua. Biji kakao lemudian ke luar lewat corong ayakan yang kedua. Pecahan-pecahan kulit yang kecil [< ukuran biji] akan lolos lewat lubang ayakan kedua dan terkumpul di dalam bak paling bawah. Biji kakao hasil mesin pengupas buah dapat langsung difermentasi seperti halnya biji kakao yang dikupas secara manua.
4. Penyimpanan buah
Tujuan penyimpanan buah, atau sering disebut pemeraman, adalah untuk mengurangi kandungan pulpa [sampai batas tertentu] yang melapisi biji kakao basah. Salah satu kelemahan biji kakao lindak adalah kandungan pulpa yang tinggi. Pulpa yang berlebihan dapat berpengaruh pada proses dan hasil fermentasinya, antara lain menyebabkan biji kakao mempunyai citarasa asam. Pemeraman dilakukan dengan menimbun buah kakao hasil panen di kebun selama 7-12 hari [Duncan et al., 1989].
5. Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Salah satu tahapan penting dalam penanganan pascapanen kakao adalah proses fermentasi. Penanganan pascapanen kakao dimulai sejak pemetikan buah, fermentasi sampai pengeringan dan pengemasan. Proses fermentasi berlangsung secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu finggi dan layak dikonsumsi. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan citarasa, aroma dan warna, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi dan biologi di dalam biji kakao. Di dalam biji kakao akan terjadi penguraian senyawn polifenol, protein den gula o!eh enzim. Penguraian senyawa-senyawa tersebut akan menghasilkan talon aroma, perbaikan rasa dan perubahan warna.

Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan fermentasi adalah:
1. berat biji yang akan difermentasi,
2. pengadukan [pembalikan],
3. lama fermentasi dan
4. rancangan kotak fermentasi.
Berat biji
Berat biji untuk proses fermentasi sebaiknya tidak kurang dari 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Panas merupakan hasil oksidasi senyawa gula di dalam pulpa. Jadi makin banyak biji yang difermentasi, produksi panas juga makin besar.
Rancangan kotak fermentasi
proses fermentasi akan berjalan dengan baik jika tersedia cukup oksigen. Untuk penetrasi oksigen yang maksimal, peti fermentasi sebaiknya dibuat dari papan kayu yang diberi lubang-lubang. Untuk skala kecil [40 kg biji kakao basah] diperlukan ukuran peti dengan lebar dan panjang masing-masing 40 cm dan tinggi 50 cm [Gambar 5]. Sedang untuk skala menengah dan besar, peti fermentasi mempunyai kisaran dimensi peti lebar 100-120 cm, panjang 150-165 cm dan tinggi 50 cm. Biji kakao dimasukkan ke dalam peti pertama [tingkat atas] sampai ketinggian 40 cm dan kemudian permukaannya ditutup dengan lembaran karung goni atau daun pisang. Proses fermentasi dibiarkan selama 48 jam [2 hari], setelah itu biji kakao dibalik dengan cara dipindahkan ke peti kedua sambil diaduk.

Pengadukan (pembalikan)
Untuk mendapatkan hasil kakao fermentasi yang baik, dilakukan pembalikan biji kakao setelah 48 jam (2 hari) fermentasi. Pembalikan hanya dilakukan satu kali untuk menjaga suhu fermentasi.
Lama fermentasi
Waktu fermentasi bervariasi sesuai dengan jenis kakao yang difermentasi. Waktu fermentasi yang dianjurkan untuk kakao lindak adalah 5 hari.
6. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji pasca fermentasi yang semula 50 – 55 % menjadi 7 % agar biji kakao aman disimpan sebelum dipasarkan atau diangkut lanjut ke konsumen [Wood and Lass, 1985]. Pengeringan biji kakao umumnya dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara penjemuran dan cara mekanis setelah itu dilakukan pengukuran kadar air.
Penjemuran
Cara pengeringan biji kakao yang mudah dan murah adalah penjemuran. Energi untuk penguapan air diperoleh dari radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan biji kakao sebaiknya dilakukan dengan penjemuran secara penuh (full sun drying).
Secara teknis cara ini akan memberikan hasil yang baik jika:
•Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
•Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.
•Tebal tumpukan biji kakao di lantai jemur optimal.
•Pembalikan yang cukup
•Biji kakao telah difermentasi dengan baik.
•Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur dapat dicegah.
Pengeringan mekanis
Pengering mekanis dilengkapi dengan pipa-pipa pemindah panas untuk menyalurkan asap hasil pembakaran minyak atau kayu ke luar ruang pengering lewat cerobang asap. Udara pengering bebas asap diperoleh dari aliran udara yang dilewatkan ke bagian luar permukaan pipa-pipa pemindah panas oleh beberapa kipas. Tenaga kipas diperoleh dari motor listrik atau motor bakar [diesel] berkekuatan 2 sampai 5 kW tergantung pada kapasitas pengeringannya. Suhu udara pengering mudah diatur antara 55 - 60 °C. Jika biji kakao sebelumnya sudah dijemur sampai kadar air 20 – 25 %, maka pengering mekanis mampu mengeringkan biji kakao sampai kadar air 7 % hanya dalam waktu 10 - 15 jam.
Pengering mekanis juga mempunyai maksimum 5 ton biji kakao basah pasca fermentasi, sedang kapasitas optimalnya adalah 4,50 ton. Sebagai sumber panas utama adalah kolektor tenaga surya yang dipasang sekaligus sebagai atap gedung sehingga biaya investasi gedung dan biaya energi menjadi lebih murah. Untuk menghindari ketergantungan pada cuaca dan sekaligus untuk sumber panas pengeringan akhir, pengering dilengkapi dengan tungku mekanis dengan bahan bakar kayu. Efisiensi pembakaran 50 – 60 %. Konsumsi kayu bakar 1 – 2 m3 per ton biji kakao kering. Suhu udara maksimum 60 oC.
Pengukuran kadar air
Alat pengukur kadar air biji kakao secara elektronik. Prinsip kerja alat ini relatif sederhana, namun mempunyai tingkat akurasi yang baik. Penentuan kadar air biji kakao merupakan salah satu tolak ukur proses pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang murah. Selama proses pengeringan berjalan, selain melihat tampilan fisik biji kakao, kadar airnya perlu diukur dengan pengukur kadar air yang sudah terkalibrasi. Pengeringan yang berlebihan [menghasilkan biji kakao dengan kadar air jauh di bawah 7%] merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan karena terjadinya kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu singkat, maka biji kakao belum mencapai kadar air keseimbangan [7%] dan menjadi rentan terhadap serangan jamur saat disimpan atau diangkut ke tempat konsumen.
7. sortasi
Salah satu aspek mutu biji kakao yang sangat penting bagi konsumen adalah keseragaman ukuran biji [Badan Agrobisnis, 1998]. Sortasi ditujukan untuk mengelompokkan biji kakao berdasarkan ukuran fisiknya dan sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di dalamnya. Mesin sortasi ukuran yang umum digunakan adalah jenis silinder berputar atau jenis datar dengan getaran dengan kapasitas antara 500 –1.250 kg per jam.
Mesin sortasi mempunyai tiga saringan dengan memisahkan biji dengan golongan mutu A, B dan C. Untuk mesin sortasi tipe getar, ayakan disusun bertingkat. Sedang tipe silinder berputar, ketiga ayakannya dipasang secara berurutan [seri]. Masing-masing tingkat atau seri ayakan dilengkapi dengan kanal untuk mengeluarkan [outlet] biji dengan ukuran yang sesuai dengan lubang ayakannya. Mutu A adalah golongan biji dengan ukuran besar dan mempunyai jumlah biji antara 85 – 90 untuk setiap 100 g. Mutu B adalah golongan biji dengan ukuran medium dan mempunyai jumlah biji antara 95 – 110 untuk setiap 100 g. Sedang, mutu C adalah golongan biji dengan ukuran kecil dan mempunyai jumlah biji di atas 120 untuk setiap 100 g. Biji pecah keluar dari ayakan paling bawah untuk mesin tipe getar atau ayakan paling depan untuk tipe silinder. Untuk biji dengan ukuran sangat besar masuk golongan mutu AA dengan jumlah biji kurang dari 85. Biji dengan mutu AA keluar lewat corong ayakan paling atas untuk mesin tipe getar atau ayakan paling ujung belakang untuk mesin tipe berputar.
8. Penggudangan
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam kondisi yang aman sebelum di pasarkan ke konsumen. Biji hasil sortasi atas dasar kelompok ukuran kemudian dikemas di dalam karung goni. Setiap karung mempunyai berat bersih 60 kg dan diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen dengan menggunakan pelarut non-minyak. Karena sifatnya yang rapuh, karung biji kakao ditumpuk rapi di dalam ruangan gudang dengan jumlah tumpukan maksimum 5 karung [Gambar 12]. Tumpukan karung disangga dengan palet dari papan-papan kayu setinggi 10 cm dari permukaan lantai gudang. Tumpukan karung di bagian pinggir diberi jarak antara 15 sampai 20 cm dari dinding gudang.

Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kakao adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang. Kadar air keseimbangan biji kakao pada kelembaban relatif udara 70 % adalah 6 - 7 % [Minifie, 1978; Ritterbusch and Muehlbauer, 2000]. Dengan demikian, kelembaban [rH] ruangan gudang sebaiknya dikontrol pada nilai yang aman untuk penyimpanan biji kakao kering, yaitu sekitar 70 %. Oleh karena itu, gudang penyimpanan biji kakao di daerah tropis sebaiknya dilengkapi dengan sistem penerangan dan sirkulasi udara yang cukup.

“AGRIBISNIS BELUT ” oleh Novi Aprianti

BAB I
Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat
memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka
memakan anak-anak ikan yang masih kecil. Biasanya hidup di sawah-sawah, di
rawa-rawa/lumpur dan di kali-kali kecil. Di Indonesia sejak tahun 1979, belut
mulai dikenal dan digemari, hingga saat ini belut banyak dibudidayakan dan
menjadi salah satu komoditas ekspor.
Budidaya belut sebenarnya tidak terlalu sulit. Waktu panennya juga bisa dipersingkat dari 7 bulan menjadi 4 bulan, tergantung pada penanganan pakan dan media. Secara ringkas, teknis budidaya dan pemeliharaan belut hanya memerlukan perhatian pada memilih lokasi budidaya, pembuatan kolam, media pemeliharaan, memilih benih, penetasan, pakan serta hama.

BAB II
PEMBAHASAN

Klasifikasi belut
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Synbranchoidae
Famili : Synbranchidae
Genus : Synbranchus
Species : Synbranchus bengalensis Mc clell (belut rawa); Monopterus albus Zuieuw (belut sawah); Macrotema caligans Cant (belut
kali/laut)

1. MANFAAT
Manfaat dari budidaya belut adalah:
1) Sebagai penyediaan sumber protein hewani.
2) Sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3) Sebagai obat penambah darah.

2. PERSYARATAN LOKASI
1) Secara klimatologis ikan belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis
yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran
rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah
hujan tidak ada batasan yang spesifik.
2) Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan
tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
Kondisi tanah dasar kolam tidak beracun.
3) Suhu udara/temperatur optimal untuk pertumbuhan belut yaitu berkisar antara 25-31 derajat C.
4) Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan
osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil yaitu ukuran 1-2 cm.
Sedangkan untuk perkembangan selanjutnya belut dewasa tidak memilih
kualitas air dan dapat hidup di air yang keruh.

3. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Penyiapan Sarana dan Peralatan
a. Perlu diketahui bahwa jenis kolam budidaya ikan belut harus dibedakan
antara lain: kolam induk/kolam pemijahan, kolam pendederan (untuk benih
belut berukuran 1-2 cm), kolam belut remaja (untuk belut ukuran 3-5 cm) dan
kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang
masing-masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut
ukuran 5-8 cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan
belut dengan ukuran 15-20 cm sampai menjadi ukuran 30-40 cm.
b. Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya
dibedakan oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut itu sendiri.
c. Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m2. Untuk kolam pendederan
(ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m2. Untuk kolam belut
remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m2. Dan untuk kolam
belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8 cm) daya tampungnya 100
ekor/m2. Serta kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15-20cm) daya
tampungnya 50 ekor/m2, hingga panjang belut pemanenan kelak berukuran
3-50 cm.
d. Pembuatan kolam belut dengan bahan bak dinding tembok/disemen dan
dasar bak tidak perlu diplester.
e. Peralatan lainnya berupa media dasar kolam, sumber air yang selalu ada,
alat penangkapan yang diperlukan, ember plastik dan peralatan-peralatan
lainnya.
f. Media dasar kolam terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk
kandang, sekam padi dan jerami padi. Caranya kolam yang masih kosong
untuk lapisan pertama diberi sekam padi setebal 10 cm, diatasnya ditimbun
dengan pupuk kandang setebal 10 cm, lalu diatasnya lagi ditimbun dengan
ikatan-ikatan merang atau jerami kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan
organik selesai dibuat (tebal seluruhnya sekitar 30 cm), berulah air dialirkan
kedalam kolam secara perlahan-lahan sampai setinggi 50 cm (bahan organik
+ air). Dengan demikian media dasar kolam sudah selesai, tinggal media
tersebut dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah.
Setelah itu belut-belut diluncurkan ke dalam kolam.

4. PENYIAPAN BIBIT
a. Menyiapkan Bibit
1) Anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif adalah yang
berukuran 5-8 cm. Di pelihara selama 4 bulan dalam 2 tahapan dengan
masing-masing tahapannya selama 2 bulan.
2) Bibit bisa diperoleh dari bak/kolam pembibitan atau bisa juga bibit
diperoleh dari sarang-sarang bibit yang ada di alam.
3) Pemilihan bibit bisa diperoleh dari kolam peternakan atau pemijahan.
Biasanya belut yang dipijahkan adalah belut betina berukuran ± 30 cm
dan belut jantan berukuran ± 40 cm.
4) Pemijahan dilakukan di kolam pemijahan dengan kapasitas satu ekor
pejantan dengan dua ekor betina untuk kolam seluas 1 m2. Waktu
pemijahan kira-kira berlangsung 10 hari baru telur-telur ikan belut
menetas. Dan setelah menetas umur 5-8 hari dengan ukuran anak belut
berkisar 1,5–2,5 cm. Dalam ukuran ini belut segera diambil untuk
ditempatkan di kolam pendederan calon benih/calon bibit. Anak belut
dengan ukuran sedemikian tersebut diatas segera ditempatkan di kolam
pendederan calon bibit selama ± 1 (satu) bulan sampai anak belut
tersebut berukuran 5-8 cm. Dengan ukuran ini anak belut sudah bisa
diperlihara dalam kolam belut untuk konsumsi selama dua bulan atau
empat bulan.
b. Perlakuan dan Perawatan Bibit
Dari hasil pemijahan anak belut ditampung di kolam pendederan calon benih selama 1 bulan. Dalam hal ini benih diperlakukan dengan secermat mungkin agar tidak banyak yang hilang. Dengan perairan yang bersih dan lebih baik lagi apabila di air yang mengalir.

c. Pemeliharaan Pembesaran
1) Pemupukan Jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran yang subur dan pupuk kandang juga diperlukan sebagai salah satu bahan organik utama.
2) Pemberian Pakan Bila diperlukan bisa diberi makanan tambahan berupa cacing, kecoa, ulat besar(belatung) yang diberikan setiap 10 hari sekali.
3) Pemberian Vaksinasi
4) Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan belut adalah menjaga kolam
agar tidak ada gangguan dari luar dan dalam kolam tidak beracun.
5. HAMA DAN PENYAKIT
a. Hama
1) Hama pada belut adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu kehidupan belut.
2) Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang belut
antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air dan
ikan gabus.
3) Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering
menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan belut secara intensif tidak banyak diserang hama.
b. Penyakit
Penyakit yang umum menyerang adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang
berukuran kecil.
6. PANEN
Pemanenan belut berupa 2 jenis yaitu :
a. Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.
b. Berupa hasil akhir pemeliharaan belut yang siap dijual untuk konsumsi
(besarnya/panjangnya sesuai dengan permintaan pasar/konsumen).
Cara Penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan
peralatan antara lain: bubu/posong, jaring/jala bermata lembut, dengan pancing atau kail dan pengeringan air kolam sehingga belut tinggal diambil saja.
7. PASCAPANEN
Pada pemeliharaan belut secara komersial dan dalam jumlah yang besar,
penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini agar
belut dapat diterima oleh konsumen dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan pemasaran yang luas.
8. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
a. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya belut selama 3 bulan di daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1). Biaya Produksi
a. Pembuatan kolam tanah 2 x 3 x 1, 4 HOK @ Rp.7.000,- Rp. 28.000,-
b. Bibit 3.000 ekor x @ Rp. 750,- Rp. 225.000,-
c. Makanan tambahan (daging kelinci 3 ekor) @ Rp.15.000,-Rp. 45.000,-
d. Lain-lain Rp. 30.000,-
Jumlah Biaya Produksi Rp. 328.000,-
2) Pendapatan: 3000 ekor = 300 kg x @ Rp. 2.500,- Rp. 750.000
3) Keuntungan Rp. 422.000,-
4) Parameter Kelayakan Usaha 2,28

b. Gambaran Peluang Agribisnis
Budidaya ikan belut, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran
mempunyai prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan
ikan belut semakin meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka
akan diperoleh hasil budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.



BAB II
PENUTUP
Budidaya belut sebenarnya tidak terlalu sulit. Waktu panennya juga bisa dipersingkat dari 7 bulan menjadi 4 bulan, tergantung pada penanganan pakan dan media. Secara ringkas, teknis budidaya dan pemeliharaan belut hanya memerlukan perhatian pada memilih lokasi budidaya, pembuatan kolam, media pemeliharaan, memilih benih, penetasan, pakan serta hama.
Budidaya ikan belut, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran
mempunyai prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan
ikan belut semakin meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka
akan diperoleh hasil budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.